BLORA|PortalindonesiaNews.Net – Kabupaten Blora kembali menjadi pusat perhatian nasional. Kali ini bukan karena konflik, melainkan karena keberaniannya menjadi tuan rumah Seminar Migas Nasional bertema “Implementasi Permen ESDM Nomor 14 Tahun 2025: Tantangan Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pengelolaan Sumur Masyarakat dan Pemaparan Investasi Migas.”
Acara bergengsi tersebut digelar di Pendopo Rumah Dinas Bupati Blora dan diinisiasi oleh Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Kabupaten Blora.
Seminar ini menjadi titik temu strategis antara pemerintah, akademisi, pelaku migas, dan masyarakat, membahas arah baru kebijakan energi nasional yang lebih inklusif, aman, dan berkeadilan.
Di tengah dinamika pengelolaan sumur tua yang sering menimbulkan dilema hukum dan sosial, forum ini diharapkan menjadi oase dialog dan solusi.
Pembukaan: Komitmen Pemerintah Daerah untuk Energi Rakyat
Seminar dibuka secara resmi oleh Bupati Blora, Dr. H. Arief Rohman, S.IP., M.Si., yang dalam sambutannya menegaskan bahwa pengelolaan energi harus menempatkan masyarakat sebagai aktor utama, bukan sekadar objek kebijakan.
“Blora memiliki potensi besar di sektor migas rakyat. Dengan adanya kebijakan baru dari Kementerian ESDM, kita ingin memastikan pengelolaan sumur masyarakat berjalan sesuai kaidah keselamatan kerja, ramah lingkungan, dan memberikan manfaat ekonomi yang adil,” ujarnya di hadapan peserta.
Bupati Arief mengingatkan bahwa Blora telah lama dikenal sebagai “lumbung minyak tua” yang sudah berproduksi sejak era kolonial. Namun, hingga kini banyak sumur tua yang dikelola secara tradisional dan belum berizin.
Kondisi ini menimbulkan persoalan ganda: di satu sisi menjadi sumber penghidupan ribuan warga, tetapi di sisi lain menimbulkan risiko hukum dan keselamatan.
“Kita tidak ingin ada lagi korban akibat ledakan sumur ilegal. Pemerintah hadir untuk memberi solusi, bukan hanya sanksi,” tegasnya, disambut tepuk tangan peserta seminar.
LCKI Hadir Sebagai Penjembatan Kepentingan Rakyat dan Hukum
Ketua DPD LCKI Jawa Tengah, Y. Joko Tirtono, S.H., dalam paparannya menyampaikan bahwa kegiatan ini bukan sekadar forum akademik, tetapi bentuk nyata kepedulian LCKI terhadap dunia energi rakyat.
“Kami di LCKI berkomitmen membantu pemerintah dan masyarakat agar sektor migas rakyat tidak menjadi ladang pelanggaran hukum. Justru harus menjadi contoh sinergi antara rakyat, pemerintah, dan aparat penegak hukum,” tegasnya.
Menurut Joko, banyak persoalan di sektor migas rakyat yang berakar dari lemahnya regulasi di lapangan dan minimnya edukasi keselamatan kerja.
Ia menekankan pentingnya membangun budaya keselamatan (safety culture) di tengah masyarakat, agar pengelolaan energi tidak menelan korban lagi.
Peran Sentral Panitia DPC LCKI Blora: Sinergi Lokal yang Menginspirasi
Seminar besar ini terselenggara berkat kerja keras DPC LCKI Blora di bawah kepemimpinan Bapak Rudi, yang berkolaborasi erat dengan DPD LCKI Jawa Tengah.
Panitia lokal menunjukkan profesionalisme luar biasa — mulai dari persiapan teknis hingga penggalangan partisipasi masyarakat.
Tak hanya menghadirkan pejabat tinggi dan akademisi, panitia juga melibatkan perwakilan penambang tradisional yang selama ini menjadi pelaku langsung di lapangan.
Kehadiran mereka memberi warna dan perspektif nyata terhadap diskusi, menjadikan seminar ini bukan sekadar seremonial, melainkan forum yang membumi dan penuh empati.
“Kami berterima kasih kepada LCKI Blora yang telah memberi ruang bagi suara rakyat kecil. Kami berharap ke depan LCKI bisa menjadi sumbu jembatan antara pemerintah dan penambang tradisional,” ujar salah satu penambang dalam sesi dialog terbuka.
Para penambang memberikan apresiasi atas sikap terbuka panitia dan pemerintah daerah. Mereka berharap, melalui wadah seperti ini, aspirasi mereka tidak lagi dianggap “ilegal”, tetapi menjadi bagian dari solusi bersama.
Paparan Akademik: Antara Regulasi, Hukum, dan K3
Sesi diskusi ilmiah menghadirkan sejumlah narasumber kredibel:
Drs. H. Hono Sejati Pradoto Jatinagoro, S.H., M.Hum., Rektor UNDARIS Semarang, membawakan materi “Penegakan Hukum dalam Pengelolaan Migas Rakyat.”
Ia menyoroti bahwa penegakan hukum harus berimbang antara sanksi dan pembinaan.
“Pemerintah tidak boleh hanya mematikan usaha rakyat, tapi harus hadir membimbing agar legal dan aman,” tegasnya.
Ir. Iene dari PPSDM Migas Cepu menekankan pentingnya pelatihan keselamatan dan sertifikasi pekerja migas rakyat.
Banyak kecelakaan terjadi, katanya, karena ketidaktahuan prosedur kerja aman.
“K3 bukan formalitas, melainkan investasi bagi keselamatan dan masa depan pekerja.”
Bp. H. Sinung dari Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah memaparkan peluang besar di balik Permen ESDM No.14 Tahun 2025.
Menurutnya, kebijakan baru ini memberikan ruang legal bagi pengelolaan sumur tua berbasis masyarakat dengan tetap memperhatikan aspek keselamatan dan lingkungan.
Bp. Suharyadi Suharjan, dari ASPERMIGAS Pusat, menyoroti potensi investasi dan kemitraan antara BUMD, koperasi desa, dan masyarakat lokal.
Ia menilai Blora memiliki lebih dari 4000 sumur potensial yang bisa dioptimalkan untuk mendongkrak ekonomi daerah.
Sorotan Kasus: Tragedi Sumur Ilegal Sebagai Pelajaran Bersama
Di sela seminar, para narasumber juga menyinggung tragedi ledakan sumur minyak ilegal di Dukuh Gendono, Desa Gandu, Kecamatan Bogorejo, yang terjadi pada 17 Agustus 2025.
Peristiwa tersebut menelan lima korban jiwa dan menjadi pengingat keras akan pentingnya regulasi dan pengawasan.
“Kasus ini harus menjadi pembelajaran bahwa keselamatan tidak bisa dinegosiasikan. Penegakan hukum dan edukasi harus berjalan seimbang,” ujar Joko Tirtono.
Dalam kasus tersebut, Polres Blora menetapkan tiga tersangka, namun masyarakat menilai penegakan hukumnya harus lebih transparan agar ada efek jera sekaligus perbaikan sistem.
DPRD Apresiasi Langkah LCKI: Rakyat Harus Jadi Subjek, Bukan Objek
Wakil Ketua DPRD Blora, Siswanto, memberikan apresiasi atas inisiatif LCKI. Menurutnya, lembaga ini berhasil membuka ruang dialog antara pemerintah dan rakyat kecil dengan cara yang elegan.
“Saya salut dengan LCKI. Mereka tidak hanya mengkritik, tetapi juga memberi solusi. Seminar ini menunjukkan bahwa masyarakat sipil punya peran penting dalam pembangunan energi,” ungkap Siswanto.
Ia menambahkan, legalisasi sumur rakyat harus dipercepat agar ribuan penambang bisa bekerja dengan kepastian hukum.
“Data kami menunjukkan ada sekitar 2.000 pekerja migas rakyat di Blora. Jika sektor ini dikelola baik, bisa menjadi motor ekonomi baru bagi daerah,” ujarnya.
Tantangan di Lapangan: Antara K3, Lingkungan, dan Hukum
Diskusi berlanjut pada aspek teknis dan sosial.
Sebagian besar penambang rakyat menggunakan peralatan sederhana, tanpa alat pelindung diri, dan minim pemahaman teknis.
Selain risiko ledakan, pencemaran limbah minyak menjadi ancaman serius bagi lingkungan sekitar.
Ir. Iene mengingatkan bahwa keselamatan kerja tidak boleh dianggap beban.
“Sekali terjadi kecelakaan, yang hancur bukan hanya sumur, tapi juga keluarga dan lingkungan. K3 itu bukan biaya, tapi investasi,” ujarnya.
Para peserta kemudian sepakat agar Pemkab Blora dan Dinas ESDM membentuk Tim Pembina Migas Rakyat Blora, berfungsi sebagai pendamping, pelatih, sekaligus pengawas kegiatan sumur rakyat agar berkelanjutan dan aman.
Migas Berbasis Komunitas: Energi untuk Kemandirian Daerah
Topik yang paling mencuri perhatian publik adalah gagasan Migas Berbasis Komunitas.
Menurut ASPERMIGAS, Blora bisa menjadi model nasional pengelolaan migas yang melibatkan masyarakat melalui koperasi desa, BUMDes, atau BUMD seperti Blora Patra Energi.
Skema ini dianggap solusi konkret untuk mengakhiri eksploitasi ilegal.
Dengan sistem kemitraan rakyat, keuntungan akan terbagi lebih adil — antara masyarakat, pemerintah daerah, dan negara.
“Migas rakyat bukan hanya soal minyak, tapi soal martabat dan kemandirian ekonomi daerah,” tegas Joko Tirtono, disambut tepuk tangan panjang.
Suara Lapangan: Penambang Ingin Dianggap Bagian dari Solusi
Perwakilan penambang rakyat yang hadir dalam seminar juga angkat bicara.
Mereka berharap kebijakan baru tidak mematikan usaha rakyat, tetapi membimbing mereka agar bisa bekerja sesuai aturan.
“Kami tidak menolak aturan. Kami hanya ingin dilibatkan. Selama ini, kami bekerja demi menghidupi keluarga. Kalau bisa legal, tentu kami lebih tenang,” ujar Suroto, penambang dari Kecamatan Kedungtuban.
Ia juga mengucapkan terima kasih kepada DPC LCKI Blora di bawah pimpinan Bapak Rudi yang telah membuka ruang dialog antara penambang dan pemerintah.
“Baru kali ini kami diajak bicara dalam forum nasional. Semoga LCKI terus menjadi jembatan antara kami dan negara,” tuturnya.
Momentum Blora: Dari Energi Rakyat Menuju Transformasi Nasional
Menutup acara, Bupati Arief Rohman kembali menegaskan tekadnya menjadikan Blora sebagai model pengelolaan migas rakyat berbasis keselamatan dan transparansi.
“Pemerintah tidak anti terhadap sumur rakyat, asal sesuai aturan. Kita ingin Blora menjadi daerah produktif, aman, dan ramah investasi,” ucapnya.
Acara ditutup dengan penyerahan piagam
penghargaan kepada narasumber dan panitia penyelenggara, termasuk apresiasi khusus untuk DPC LCKI Blora yang sukses memfasilitasi kegiatan nasional ini dengan penuh dedikasi.
Laporan: iskandar