GROBOGAN | PortalIndonesiaNews.Net — Aroma ketidakadilan kembali menyeruak dari tubuh penegak hukum di Grobogan. Advokat senior John L Situmorang, S.H., M.H. dengan tegas menilai tindakan Kasat Reskrim Polres Grobogan, AKP Rizki Ari Budiyato, dalam menangani perkara kliennya Suwarno, sebagai kekeliruan fatal yang mencederai asas keadilan, keterbukaan, dan transparansi hukum.
Dalam pernyataannya, John menegaskan bahwa penyidik di bawah kepemimpinan AKP Rizki Ari Budiyato telah salah kaprah ketika menyebut turunan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kliennya sebagai dokumen negara yang tidak dapat diberikan kepada tersangka maupun penasihat hukumnya.
“Kami menilai Kasat Reskrim Polres Grobogan keliru menyatakan bahwa turunan berita acara pemeriksaan klien kami termasuk dokumen negara. Padahal, jelas sekali diatur dalam Pasal 72 KUHAP,” tegas John, Rabu (30/10/2025).
Pasal 72 KUHAP Tegas Menjamin Hak Tersangka
Pasal 72 KUHAP secara terang benderang menyebutkan:
“Atas permintaan tersangka atau penasihat hukumnya, pejabat yang bersangkutan memberikan turunan berita acara pemeriksaan untuk kepentingan pembelaannya.”
Menurut John, sikap penyidik yang menolak memberikan salinan BAP kepada kliennya justru memperkuat dugaan adanya rekayasa hukum dan kriminalisasi terhadap Suwarno.
“Ketika BAP saja disembunyikan, maka wajar publik curiga ada sesuatu yang tidak beres dalam proses penyidikan. Ini jelas melanggar hak asasi dan prinsip keadilan,” tegasnya.
Surat Resmi Polres Grobogan Dinilai Tak Tepat
Dalam surat resmi Polres Grobogan bernomor B/484/X/RES.1.24/2025/Reskrim, tertanggal 21 Oktober 2025, yang ditandatangani langsung oleh AKP Rizki Ari Budiyato, S.T.K., S.I.K., disebutkan bahwa permohonan turunan berkas perkara atas nama Suwarno tidak dapat dipenuhi.
Alasannya, penyidik mengacu pada UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta hasil penetapan Satker Polri (Ditreskrimum, Ditreskrimsus, Ditresnarkoba, Bitlabfor, dan Bidpropam) dengan surat Nomor: Pen-01/IX/2020/Bidhumas tanggal 11 September 2020, yang menyatakan bahwa dokumen BAP termasuk dalam informasi yang dikecualikan.
Dalam surat tersebut juga tercantum bahwa berkas perkara Suwarno bin Atmo Marmin (alm) telah memiliki putusan berkekuatan hukum tetap, serta perkara pengusutan dugaan korupsi dana bansos Desa Penganten sedang ditangani penyidik.
Namun, bagi John L Situmorang, argumentasi tersebut tidak relevan dengan konteks Pasal 72 KUHAP, yang secara tegas memberikan hak kepada tersangka atau penasihat hukumnya untuk memperoleh turunan BAP demi kepentingan pembelaan.
“Polres Grobogan berlindung di balik UU KIP dan hasil penetapan Satker Polri tahun 2020. Padahal, KUHAP adalah hukum acara pidana yang lebih spesifik dan lex specialis. Jadi, menolak memberikan turunan BAP dengan alasan dokumen negara adalah bentuk penyimpangan hukum,” ujarnya.
Desak Kapolri Turun Tangan
John L Situmorang mendesak Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk mengevaluasi kinerja aparat penyidik di Grobogan, yang dianggap telah menabrak prinsip dasar hukum dan mencoreng semangat Polri PRESISI.
“Kalau penyidik saja sudah tidak taat hukum, bagaimana masyarakat bisa percaya pada keadilan? Ini bukan soal dokumen negara, tapi soal hak asasi manusia dan integritas penegakan hukum,” kata John.
Ia menegaskan, penggunaan dalih “informasi yang dikecualikan” tidak boleh menutup akses pembela terhadap BAP, sebab hal itu berpotensi menghalangi hak tersangka membela diri sebagaimana dijamin konstitusi.
Motto PRESISI Dipertanyakan
Lebih lanjut, John menyoroti tajam motto PRESISI (Prediktif, Responsibilitas, Transparan, Berkeadilan) yang selama ini menjadi kebanggaan Polri.
“Kalau turunan BAP saja tidak bisa diberikan, di mana letak Responsibilitas-nya? Di mana Transparansi-nya? Dan apa yang disebut Berkeadilan itu masih relevan?” kritik John dengan nada tajam.
Menurutnya, tindakan Polres Grobogan di bawah pimpinan AKP Rizki Ari Budiyato tersebut telah menciptakan preseden buruk dalam penegakan hukum nasional dan berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian.
“Kami hanya menuntut hak yang diatur undang-undang. Jangan sampai prinsip hukum dikalahkan oleh arogansi jabatan. Keadilan tidak boleh ditutup-tutupi atas nama dokumen negara,” pungkas John.(Red/DN)






