RIAU | PortalIndonesiaNews.net — Angin panas dari hutan Kepungan Sialang Mudo di Desa Betung, Kecamatan Pangkalan Kuras, membawa aroma getir. Di balik hijaunya perkebunan sawit, tersimpan luka mendalam: hutan adat Suku Lubuk yang sakral kini rusak parah, diduga akibat aktivitas PT Surya Bratasena Plantation (SBP).
Fakta mencengangkan ini terungkap saat Komisi III DPRD Kabupaten Pelalawan melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi pada Senin (20/10/2025). Sidak dilakukan setelah perusahaan tersebut mangkir dari rapat dengar pendapat (RDP) yang seharusnya digelar bersama masyarakat adat, Dinas Lingkungan Hidup (DLH), dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
“Kami sangat kecewa. Perusahaan hanya kirim surat berhalangan hadir, sementara masyarakat adat menunggu kejelasan. Karena itu, kami turun langsung ke lapangan,” — Saniman, S.E., Ketua Komisi III DPRD Pelalawan, dari Fraksi PDI Perjuangan.
Hutan Adat Jadi Sawit
Dari hasil peninjauan, para wakil rakyat menemukan sekitar 30 hektare kawasan hutan dan belukar yang rusak berat. Bahkan, tanaman sawit ditanam hingga ke bibir Sungai Awang Tigo Luluk Hitam, area yang seharusnya menjadi zona lindung dan bagian dari hutan adat Suku Lubuk.
“Ini tindakan yang tidak bisa ditoleransi. Hutan adat bukan sekadar lahan kosong — itu identitas dan warisan budaya. PT SBP telah melampaui batas,”
tegas Marwan, S.H., anggota Komisi III dari Fraksi PKB yang dikenal vokal membela masyarakat adat.
Kerusakan tersebut diduga sudah berlangsung sejak Desember 2024, sebagaimana dilaporkan komunitas Anak Betino Suku Lubuk dalam surat resmi kepada DPRD. Namun hingga kini, belum ada langkah konkret dari pihak perusahaan maupun instansi berwenang.
DPRD Siapkan Langkah Tegas
Melihat kerusakan yang mengancam kelestarian budaya dan lingkungan, Komisi III DPRD Pelalawan berjanji akan menyusun rekomendasi resmi kepada sejumlah lembaga, termasuk DLHK, DPMPTSP, Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Riau, Lembaga Adat Melayu (LAM) Pelalawan, serta lembaga sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO).
“Kami akan meminta agar izin usaha dan sertifikasi ISPO PT SBP ditinjau ulang. Bila terbukti melanggar, kami akan mendesak pencabutan izinnya!” ujar Marwan dengan nada tegas.
Suara Masyarakat Adat
Sementara itu, masyarakat adat Anak Betino Suku Lubuk menilai perusakan hutan adat bukan sekadar persoalan lingkungan, melainkan penghinaan terhadap nilai-nilai leluhur.
“Hutan Kepungan Sialang Mudo itu tempat sakral. Di sanalah kami beradat, berdoa, dan menjaga alam. Sekarang hutan kami dirusak demi sawit,” keluh seorang tokoh adat yang enggan disebutkan namanya.
Belum Ada Tanggapan dari PT SBP
Hingga berita ini diterbitkan, pihak PT Surya Bratasena Plantation (SBP) belum memberikan klarifikasi terkait ketidakhadiran dalam RDP maupun temuan hasil sidak DPRD di lapangan.
Masyarakat kini menanti langkah tegas pemerintah daerah dan lembaga hukum agar pelaku perusakan hutan adat tidak dibiarkan lepas dari tanggung jawab.
Red/Time