SEMARANG |PortalindonesiaNews.Net – Proses seleksi jajaran Direksi dan Komisaris Utama (Komut) Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jawa Tengah kini menjadi sorotan tajam. Setelah DPRD Jawa Tengah mengaku tidak dilibatkan dan tidak mengetahui mekanisme seleksi yang digelar Panitia Seleksi (Pansel), kini giliran Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah yang angkat bicara.
Lembaga pengawas pelayanan publik itu menegaskan, rekrutmen jajaran BUMD tidak boleh dilakukan “diam-diam” tanpa publikasi yang memadai. Menurut Ombudsman, proses seleksi yang minim sosialisasi dan tertutup berpotensi menimbulkan maladministrasi serta mengabaikan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jawa Tengah, Siti Farida, menegaskan bahwa tata cara pengangkatan direksi maupun komisaris telah diatur secara jelas dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD.
“Setiap calon wajib melalui uji kelayakan dan kepatutan (UKK) yang dilaksanakan oleh tim atau lembaga profesional. Semua tahapannya harus dilakukan secara terbuka agar publik bisa ikut mengawasi,” ujar Farida, Kamis (2/10/2025).
Farida menambahkan, prinsip keterbukaan mencakup publikasi di media massa, baik lokal maupun nasional. Hal itu penting agar masyarakat, pemangku kepentingan, hingga media dapat memberikan masukan terhadap para calon yang mendaftar.
“Keterbukaan penting untuk mencegah maladministrasi berupa penyalahgunaan wewenang dan penyimpangan prosedur. Publik berhak tahu siapa saja yang mendaftar, bagaimana seleksinya, dan siapa yang lolos,” tegasnya.
Ombudsman juga menyinggung Permendagri Nomor 37 Tahun 2018 yang mengatur bahwa seleksi hanya boleh dilakukan jika ada kekosongan jabatan, masa jabatan berakhir, atau adanya permasalahan hukum. Kepala daerah wajib menugaskan perangkat terkait untuk melaporkan kondisi itu sebelum membuka seleksi.
Namun, dalam praktiknya, proses seleksi direksi dan komisaris BUMD Jateng yang dimulai sejak 23 September 2025 dinilai terlalu singkat dan minim publikasi. Pendaftaran hanya dibuka selama sepekan tanpa pengumuman luas di media, sehingga publik kesulitan mengakses informasi.
Ombudsman menilai hal ini berpotensi melanggar prinsip keterbukaan publik, bahkan bisa dikategorikan sebagai maladministrasi prosedural.
“BUMD itu garda depan pelayanan publik. Kalau proses seleksinya saja tertutup, bagaimana masyarakat bisa percaya pada hasilnya?” tandas Farida.
Ia juga mengingatkan agar seluruh tahapan seleksi — mulai dari penjaringan awal, hasil seleksi administrasi, hingga hasil uji kelayakan dan kepatutan — harus dipublikasikan secara terbuka. Tanpa itu, integritas seleksi patut diragukan.
Sorotan dari Ombudsman ini semakin memperkuat dugaan adanya ketertutupan dan potensi penyimpangan dalam rekrutmen pejabat BUMD Jateng kali ini.
Dengan DPRD yang tidak dilibatkan, publik yang tidak diinformasikan, dan tahapan yang tidak transparan, proses seleksi ini dinilai rawan menjadi ajang “bagi-bagi kursi” politik.
Jika tak segera dikoreksi, BUMD yang seharusnya menjadi pilar ekonomi daerah dikhawatirkan hanya akan menjadi bancakan kekuasaan, bukan sarana untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat.
Red/Time