KLATEN – PortalIndonesiaNews.Net — Publik dikejutkan dengan jalannya sidang praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Klaten, Rabu (20/8/2025). Kasus sengketa tanah Pasar Teloyo kini bukan hanya menyeret aparat desa dan pihak swasta, tetapi juga tiga pucuk pimpinan kepolisian sekaligus: Kapolres Klaten, Kapolda Jawa Tengah, hingga Kapolri!
Sidang yang awalnya molor karena kuasa hukum Kapolres Klaten belum bisa menunjukkan surat kuasa resmi, kembali digelar sore harinya pukul 15.00 WIB. Hakim dengan tegas mengingatkan: “Praperadilan hanya tujuh hari. Tidak ada alasan hukum untuk mengulur waktu.”
11 Tudingan Mengguncang: Polisi Diduga Bekingi Penyerobotan
Pemohon, Sri Mulasih binti Slamet Siswodiharjo, melalui kuasa hukumnya Juned Wijayatmo, SH, MH, membeberkan 11 poin permohonan praperadilan yang menyoroti dugaan serius: Polri membiarkan bahkan memihak penyerobotan tanah milik keluarganya.
Dalam permohonannya, pemohon menilai laporan dugaan penyerobotan tanah yang sudah dilayangkan sejak 2018 dengan Nomor STPLP/154/IV/2018/Jateng/Res Klaten tidak pernah diproses.
Lebih mengejutkan lagi, pada Juli 2025 saat tanah tersebut masih dalam sengketa di PN Klaten (Perkara No. 53/Pdt.G/2025/PN Klt), pembangunan justru dijalankan atas perintah Kepala Desa Teloyo, Purwanto, dan aparat kepolisian yang hadir di lokasi diduga malah membiarkan dan memberi perlindungan.
Teriakan Keluarga Korban: “Kami Dikhianati Hukum!”
Di ruang sidang, keluarga korban tampak emosional. Mereka menilai Polri telah menelantarkan pengaduan rakyat kecil dan justru merusak citra institusi.
“Kami ini rakyat kecil, lapor sejak 2018 tidak pernah diproses. Justru saat kami minta perlindungan, aparat malah membiarkan tanah kami digarap. Di mana keadilan?” teriak salah satu anggota keluarga dengan suara bergetar.
Tuntutan Mengguncang: Kapolres – Kapolda – Kapolri Digugat
Dalam petitumnya, pemohon meminta hakim menyatakan bahwa Kapolres Klaten (Termohon I), Kapolda Jateng (Termohon II), dan Kapolri (Termohon III) telah gagal menjalankan amanat UUD 1945 dan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian.
Pemohon menilai tindakan aparat menunjukkan kelalaian, kesewenang-wenangan, hingga keberpihakan. Bahkan, perlindungan aparat disebut membuat pihak terlapor merasa kebal hukum.
Publik Menunggu Putusan
Sidang praperadilan ini dijadwalkan berlangsung enam hari kerja. Putusan akan dibacakan pada Rabu pekan depan. Jika hakim mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan, dampaknya bisa mengguncang institusi kepolisian dari level daerah hingga pusat.
Skandal ini kini menjadi sorotan publik. Pertanyaan besar pun menggantung: Apakah Polri benar membiarkan penyerobotan tanah rakyat kecil? Ataukah tuduhan ini hanya strategi hukum?
Yang jelas, nama besar Kapolres, Kapolda, hingga Kapolri kini resmi terseret ke meja praperadilan.
Laporan : Iskandar