BLORA | PortalIndonesiaNews.net — Sebuah acara sosial yang seharusnya membawa kebahagiaan justru berubah menjadi duka mendalam. Dalam kegiatan khitan massal gratis yang digelar oleh PT Pegadaian (Persero) Cabang Blora bersama Lazisnu, terjadi insiden tragis yang menimpa seorang pekerja pemasangan tenda, hingga kini masih terbaring kritis.
Peristiwa nahas itu terjadi pada Kamis (23/10/2025) sekitar pukul 10.30 WIB di area pelaksanaan kegiatan peringatan Hari Santri Nasional 2025 dan HUT ke-124 Pegadaian. Korban, SHT, warga Dukuh Badong Geneng, Desa Klopoduwur, tersengat arus listrik bertegangan tinggi saat tengah bekerja memasang tenda di lokasi acara.
Akibat sengatan tersebut, tubuh korban mengalami luka serius dan hingga kini masih berjuang antara hidup dan mati.
Dua Minggu Berlalu, Tak Ada yang Bertanggung Jawab
Ironisnya, setelah dua minggu pascakejadian, tak satu pun pihak penyelenggara maupun rekanan acara yang menunjukkan itikad tanggung jawab atas nasib pekerja malang itu.
Keluarga korban pun akhirnya menempuh jalur hukum. Didampingi tim kuasa hukum Sugiyarto, S.H., M.H. dan Sucipto, S.H., mereka resmi melaporkan dugaan tindak pidana kelalaian kerja ke Polres Blora, dengan nomor laporan 312/XI/2025/Jateng/Res Blora pada Selasa (4/11/2025).
“Sudah dua minggu berlalu, tapi tidak ada satu pun pihak yang bertanggung jawab. Ini bukan sekadar kecelakaan kerja — ini bentuk nyata kelalaian yang harus dipertanggungjawabkan,” tegas Sugiyarto, kuasa hukum korban.
Kuasa Hukum: “Hukum Harus Ditegakkan, Jangan Ada yang Kebal!”
Dalam pernyataan kerasnya, Sugiyarto menyoroti lemahnya kesadaran hukum dan rendahnya tanggung jawab sosial dalam kasus ini.
“Kami menuntut agar hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Equality before the law jangan hanya jadi slogan. Keadilan tidak mengenal kasta, dan hukum tidak boleh tumpul ke atas, tajam ke bawah,” tegasnya.
Ia juga mendesak aparat kepolisian agar tidak ragu menetapkan tersangka dan melakukan penahanan terhadap pihak-pihak yang lalai.
“Proses hukum harus transparan. Tetapkan tersangka, tahan, agar ada efek jera. Keadilan harus ditegakkan walau dunia runtuh sekalipun,” ujar Sugiyarto dengan nada penuh emosi.
Dan secara eksplisit, ia menegaskan: “Target kami jelas — penjarakan semua yang terlibat!”
Tiga Pihak Dilaporkan
Dalam laporan polisi tersebut, keluarga korban melaporkan beberapa pihak yang diduga terlibat dalam kelalaian kerja:
1. SN, pemilik persewaan sound system Scorpio asal Gedongsari, Banjarejo.
2. NC, pemilik persewaan sound system Kholista asal Sambongrejo, Tunjungan.
3. SW, perwakilan dari pihak PLN Blora.
Meski pihak Pegadaian dan Lazisnu Blora disebut telah memberikan santunan, keluarga korban menilai langkah itu tidak cukup menggantikan tanggung jawab hukum dan moral.
Kecaman Publik & Sorotan K3
Insiden ini menimbulkan gelombang kecaman di kalangan masyarakat Blora. Banyak pihak menilai kejadian tersebut mencerminkan kelalaian fatal terhadap standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), terutama dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh institusi besar sekelas BUMN.
“Bagaimana mungkin acara sosial justru menelan korban? Di mana pengawasan dan tanggung jawab pihak penyelenggara?” ujar salah satu tokoh masyarakat setempat.
Pro Bono untuk Kemanusiaan
Menariknya, pendampingan hukum terhadap keluarga korban dilakukan secara pro bono (gratis) oleh tim kuasa hukum. Hal ini, menurut Sugiyarto, merupakan bentuk solidaritas kemanusiaan dan perjuangan melawan ketidakadilan.
“Ini bukan soal bayaran, ini soal nurani. Korban adalah rakyat kecil yang bekerja mencari nafkah halal — bukan untuk disalahkan, tapi untuk dilindungi,” tandasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Pegadaian Cabang Blora, Lazisnu, maupun PLN Blora belum memberikan tanggapan resmi atas laporan tersebut.
Masyarakat kini menunggu langkah tegas aparat hukum agar tragedi serupa tidak lagi terulang di bawah nama kegiatan sosial.
Laporan: iskandar






