Blora | PortalindonesiaNews.Net – Polemik kriminalisasi tiga wartawan di Blora kini berubah jadi bumerang besar bagi Polres Blora. Pernyataan kontroversial Kapolres AKBP Wawan Andi Susanto SH, S,I.K MH. yang menuding wartawan melakukan pemerasan di Temanggung justru terbukti tanpa dasar, bahkan terbalik, setelah bukti rekaman memperlihatkan adanya upaya suap dari pihak yang disebut Boby.
Alih-alih berani bertanggung jawab, Kapolres Blora dan Kanit Unit 3 Ipda Cahyoko justru memilih bungkam ketika dikonfirmasi awak media. Redaksi KompasX.com sudah melayangkan pertanyaan resmi melalui pesan WhatsApp sejak Senin (1/9/2025), meminta Kapolres menunjukkan bukti hukum atas ucapannya. Namun hingga berita ini diturunkan, tidak ada jawaban sama sekali. Sikap diam ini membuat publik kian yakin bahwa tuduhan pemerasan hanyalah fitnah murahan untuk menutupi borok aparat.
Lebih parah lagi, pernyataan Kapolres yang gegabah dalam konferensi pers 26 Mei lalu bukan hanya menyerang profesi wartawan, melainkan juga merugikan perusahaan pers secara hukum. Pimpinan Redaksi PortalindonesiaNews.Net, Iskandar, menegaskan bahwa pihaknya akan menempuh jalur hukum ke Mabes Polri serta Dewan Pers.
Menurutnya, Kapolres sudah melanggar kode etik dengan menyebut nama medianya tanpa konfirmasi resmi, bahkan memunculkan identitas kartu pers tanpa sensor. “Kami perusahaan pers berbadan hukum, Persero sesuai ketentuan Dewan pers, dilindungi UU No. 40 Tahun 1999. Kapolres bukan hanya menyebar fitnah, tapi juga menyerang martabat pers. Kami tidak akan diam,” tegas Iskandar.
“Kami punya rekaman jelas, bukan wartawan yang memeras, justru pihak luar yang coba menyuap agar berita mafia BBM tidak naik. Kapolres seolah menutup mata atas fakta ini dan memutarbalikkan keadaan. Ini bukan sekadar salah ucap, tapi fitnah sistematis,” tambahnya.
Kuasa hukum wartawan, John L. Situmorang, S.H., M.H., menilai Polres Blora sudah kelewatan batas.
“Setelah P21, perkara seharusnya di tangan jaksa. Polisi tidak punya kewenangan main Restorative Justice seenaknya. Kini malah Kapolres menambah tuduhan baru tanpa bukti. Ini bukan hanya cacat prosedur, tapi juga bentuk penyalahgunaan kekuasaan. Kami sedang siapkan langkah hukum untuk menyeret balik Kapolres,” ujarnya.
Kritik keras juga datang dari Ketua Asosiasi Wartawan Profesional Indonesia (AWPI) Jawa Tengah, Ir. Elman Sirait. Ia menegaskan, jika pernyataan Kapolres ngawur, maka yang bersalah bukanlah media, melainkan Kapolres beserta jajaran penyidiknya—mulai dari Kanit Reskrim hingga Humas Polres Blora Serta kasat Kapolres .
“Aparat yang menuduh tanpa bukti lalu bungkam saat ditanya, itu sama saja sedang membunuh kebebasan pers. Kalau dibiarkan, ini preseden buruk. Kami menuntut klarifikasi terbuka, permintaan maaf, dan bahkan pencopotan Kapolres dari jabatannya,” tegas Elman.
Kini bola panas ada di tangan Polres Blora. Semakin lama mereka bungkam, semakin jelas dugaan publik bahwa institusi penegak hukum sedang memainkan skenario kotor untuk membungkam suara kritis pers. Pertanyaan yang bergema di tengah masyarakat pun semakin tajam: apakah Polres Blora sedang melindungi mafia, atau justru ikut bermain dalam skandal BBM ilegal yang selama ini ditutupi?
Red/Time