BLORA | PortalindonesiaNews.Net — Kritik tajam kembali menyeruak terhadap kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Blora. Kali ini, suara lantang datang dari kalangan perempuan yang menilai kegiatan kunjungan kerja (Kunker) dewan hanyalah ritual tahunan yang menghabiskan anggaran tanpa hasil nyata bagi masyarakat.
Kekhawatiran publik kembali mencuat setelah beredarnya isu lama soal dugaan pemborosan biaya perjalanan dinas, hingga praktik cashback hotel dan Kunker fiktif yang sempat mencoreng nama lembaga legislatif di masa lalu.
“Setiap tahun pasti ada Kunker, tapi rakyat tidak pernah tahu hasilnya apa. Uang keluar ratusan juta, tapi tidak ada dampak yang dirasakan. Transparansi, Nol besar!” tegas Yuni, tokoh perempuan Blora, kepada wartawan, Selasa (14/10/2025).
Menurutnya, Kunker dan studi banding seharusnya menjadi ajang pembelajaran yang membawa manfaat konkret bagi pembangunan daerah, bukan sekadar formalitas perjalanan atau wisata kedok kerja.
“Kalau memang hasilnya ada, umumkan! Sampaikan ke publik apa rekomendasi yang dibawa pulang. Jangan cuma berhenti di laporan meja internal. Masyarakat berhak tahu ke mana uang mereka digunakan,” lanjutnya.
Yuni menilai, selama DPRD tidak membuka hasil kegiatan tersebut, kepercayaan publik akan terus terkikis. Ia menegaskan bahwa keterbukaan hasil Kunker sangat penting untuk mencegah potensi penyalahgunaan anggaran dan mengembalikan citra lembaga legislatif.
“Kalau benar-benar untuk pembangunan Blora, ya publikasikan hasilnya di media resmi DPRD atau kanal khusus. Biar rakyat ikut mengawal, biar jelas tindak lanjutnya,” tegasnya lagi.
Lebih lanjut, ia mendorong DPRD Blora membuat sistem laporan terbuka yang bisa diakses publik—mulai dari rincian tujuan perjalanan, biaya, mitra yang dikunjungi, hingga output atau hasil pembahasan.
“Selama semuanya tertutup, stigma bahwa Kunker cuma jalan-jalan pakai uang rakyat tidak akan pernah hilang,” pungkas Yuni dengan nada kecewa.
Sementara itu, hingga berita ini diturunkan, pihak DPRD Blora belum memberikan tanggapan resmi atas desakan publik untuk membuka hasil kunjungan kerja mereka secara transparan.
RED/Time