SEMARANG|PortalindonesiaNews.Net – Aroma dugaan rekayasa proyek kembali mencuat dari lingkungan pemerintahan Kabupaten Semarang. Proyek rehabilitasi gedung pimpinan DPRD Kabupaten Semarang yang dikerjakan oleh CV Bangun Serasi kini menjadi sorotan tajam publik. Proyek bernomor kontrak 00.3.3/BG/K.13-SP/IX/2025 tertanggal 9 Agustus 2025 itu diduga bermasalah sejak awal proses pengadaannya.3 Oktober 2025
Sekretaris Perkumpulan Peduli Pengadaan Barang/Jasa (P3BJ), Jesaya Simarmata, mengungkap adanya sejumlah kejanggalan dalam proses tender. Ia menyebut bahwa tender sempat dilakukan dua kali karena proses pertama dinyatakan gagal — namun anehnya, pemenangnya justru sama.
“Pada tender awal, CV Bangun Serasi gugur di tahap evaluasi. Namun saat tender ulang dengan persyaratan yang sama, perusahaan itu tiba-tiba diloloskan. Padahal, data LPJK jelas menunjukkan bahwa Sertifikat Badan Usaha (SBU) BG002 milik perusahaan tersebut sudah dicabut sejak 4 Juni 2024,” ungkap Jesaya, Jumat (29/9/2025).
Lebih lanjut, P3BJ telah melayangkan surat klarifikasi resmi ke Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Semarang bernomor 0348/P3BJ/DPP/JKT/VIII/2025 tertanggal 13 Agustus 2025. Dalam surat itu, disebutkan secara tegas bahwa SBU milik CV Bangun Serasi sudah tidak berlaku bahkan sebelum proses tender dimulai.
Jesaya juga membeberkan bahwa perusahaan tersebut baru mengurus perubahan SBU pada 23 Agustus 2025, sementara kontrak proyek telah ditandatangani pada 21 Agustus 2025.
“SBU memang berlaku tiga tahun, tapi kalau sudah dicabut, otomatis tidak sah untuk digunakan dalam proses pengadaan konstruksi apa pun,” tegasnya.
Ironisnya, beberapa media online yang sebelumnya sempat memberitakan dugaan penyimpangan proyek ini diketahui telah menghapus kontennya secara misterius.
Saat dikonfirmasi, Bupati Kabupaten Semarang mengaku tidak mengetahui adanya pemberitaan soal proyek tersebut.
“Saya sama sekali tidak tahu berita itu,” ujarnya singkat melalui sambungan telepon.
Senada, Ketua DPRD Kabupaten Semarang juga menyatakan hal serupa.
“Saya tidak tahu kalau berita itu ditakedown, mas,” ujarnya singkat.
Publik kini menantikan langkah tegas dari Inspektorat Kabupaten Semarang, APH, serta Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) untuk menelusuri dugaan pelanggaran yang berpotensi mencoreng prinsip transparansi dan akuntabilitas pengadaan publik.
Jika dugaan ini benar, maka kasus proyek rehabilitasi gedung DPRD Kabupaten Semarang bukan hanya soal pelanggaran administrasi, tetapi juga mencerminkan potensi penyalahgunaan wewenang dan permainan kotor dalam sistem tender pemerintah.
Pewarta: Red – Tim