BLORA | PortalindonesiaNews.Net — Gelombang amarah publik kembali mengguncang Kabupaten Blora. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kasus tragedi maut proyek RS PKU Muhammadiyah Blora, yang menewaskan lima pekerja, dinilai terlalu ringan dan mencederai rasa keadilan.
Melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Blora, diketahui bahwa terdakwa Sugiyanto bin Rasdi, selaku Ketua Panitia Pembangunan RS PKU, hanya dituntut hukuman dua bulan penjara—dan itu pun sudah dikurangi masa tahanan.
Kasus yang teregister dengan Nomor 78/Pid.B/2025/PN Bla ini berawal dari jatuhnya lift crane proyek RS PKU Muhammadiyah Blora pada awal tahun 2025, peristiwa tragis yang merenggut lima nyawa pekerja dan melukai beberapa lainnya.
Namun, publik terkejut saat mendengar bahwa JPU Darwadi hanya menuntut terdakwa dengan Pasal 359 KUHP dan Pasal 360 ayat (1) KUHP, yakni kelalaian yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dengan tuntutan 2 bulan kurungan serta denda perkara Rp2.500.
Padahal, ancaman maksimal kedua pasal tersebut mencapai 5 tahun penjara.
Kemarahan Publik: “Ini Hukum untuk Siapa?”
Reaksi keras pun bermunculan dari berbagai kalangan. Masyarakat menilai tuntutan itu tidak manusiawi dan merendahkan nilai nyawa para korban.
Salah satu tokoh masyarakat Blora, Gus Fuad, menyampaikan kemarahannya.
“Ini sudah keterlaluan! Lima nyawa melayang, tapi cuma dituntut dua bulan? Hukum kok kayak dagelan!” ujarnya geram.
Gus Fuad juga mempertanyakan integritas aparat penegak hukum yang menangani perkara ini.
“Kalau cuma dua bulan, di mana rasa tanggung jawab moralnya? Keluarga korban masih berduka, tapi hukum malah seperti menertawakan mereka. Jangan-jangan ada permainan uang di balik ini,” tambahnya lantang.
Dugaan Kuat: Tragedi Lift Crane RS PKU Muhammadiyah
Berdasarkan berkas perkara yang diajukan ke pengadilan, kasus ini memang berkaitan langsung dengan tragedi jatuhnya lift crane di proyek pembangunan RS PKU Muhammadiyah Blora.
Barang bukti yang diserahkan JPU mencakup dokumen proyek, bundel RAB, men basket lift, tower besi, serta kawat sling, yang semuanya mengarah pada lokasi insiden maut tersebut.
Peristiwa itu sempat menggemparkan masyarakat Blora karena disebut melibatkan kelalaian fatal dalam standar keselamatan kerja proyek besar yang berada di bawah pengawasan lembaga ternama.
Publik Menanti Keberanian Majelis Hakim
Kini, sorotan publik mengarah ke Majelis Hakim Pengadilan Negeri Blora, yang akan memutuskan apakah akan sekadar mengamini tuntutan ringan JPU, atau justru menegakkan keadilan sejati bagi korban dan keluarganya.
“Kami tidak butuh belas kasihan, kami hanya ingin keadilan untuk anak dan suami kami yang meninggal karena kelalaian orang lain,” ungkap salah satu keluarga korban yang menolak disebutkan namanya.
“Nyawa Bukan Sekadar Angka”
Tragedi ini menyisakan luka mendalam dan menjadi tamparan keras bagi penegakan hukum di Indonesia. Publik bertanya-tanya, apakah nyawa pekerja hanya dihargai dua bulan penjara dan Rp2.500?
Masyarakat Blora kini menanti, apakah pengadilan akan berpihak pada keadilan atau kepentingan segelintir pihak.
“Nyawa bukan sekadarangka di berkas perkara,” kata Gus Fuad menutup pernyataannya.
Red/Time






