MAGELANG | PortalIndonesiaNews.Net — Aroma busuk penegakan hukum kembali tercium dari tubuh aparat berseragam. Sidang praperadilan antara Adi Rikardi melawan Polresta Magelang yang digelar di Pengadilan Negeri Mungkid, Jumat 1 Agustus 2025, memunculkan dugaan mencengangkan: adanya permintaan uang damai senilai Rp250 juta oleh oknum Unit II Tipidter Polresta Magelang.
Alih-alih menegakkan hukum, aparat diduga malah bermain harga.
Sidang yang semula dijadwalkan untuk pembacaan kesimpulan kini ditunda hingga Selasa, 5 Agustus 2025, pukul 10.00 WIB. Penundaan ini justru semakin menguatkan kecurigaan publik, apalagi setelah muncul kabar bahwa upaya ‘damai’ bermuatan pemerasan sempat ditawarkan kepada pihak Adi Rikardi.
Bungkam di Depan Fakta, Polresta Magelang Dikepung Sorotan
“Kami memiliki informasi dan indikasi kuat adanya permintaan uang sebesar Rp250 juta agar kasus ini dihentikan. Ini bukan sekadar pelanggaran etik. Ini pemerasan terselubung yang masuk wilayah pidana,” ungkap kuasa hukum Adi, Radetya Andreti H.N., S.H.
Namun saat dimintai klarifikasi seusai sidang, perwakilan Polresta Magelang memilih diam seribu bahasa. Beberapa anggota bahkan langsung meninggalkan lokasi tanpa memberikan pernyataan. Sikap bungkam ini justru mempertebal dugaan adanya praktik busuk di balik seragam.
Penetapan Tersangka Tanpa Dasar, Hukum Dipermainkan?
Radetya juga menyebut proses penetapan Adi sebagai tersangka cacat hukum sejak awal. Ia menilai penyidikan dilakukan secara serampangan—tanpa surat panggilan yang sah, tanpa alat bukti yang cukup.
“Apa yang menimpa Adi adalah contoh nyata kriminalisasi. Ini bukan penegakan hukum, ini perburuan korban. Bila dibiarkan, siapa pun dari rakyat kecil bisa menjadi korban berikutnya,” tegas Radetya.
Dari Pengadilan ke Jalanan: Sopir Truk Tak Mau Diam
Sementara itu, gelombang solidaritas dari para sopir truk terus mengalir. Puluhan sopir memadati area luar PN Mungkid dengan spanduk dan poster bernada protes. “Tolak Kriminalisasi! Hukum Jangan Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas!” menjadi seruan lantang yang menggema.
“Kami akan turun lebih banyak hari Selasa. Jika hukum tak bisa lagi dipercaya, maka rakyatlah yang akan mengawasinya,” ujar salah satu koordinator aksi.
5 Agustus, Ujian Terbuka untuk Hakim dan Hukum Indonesia
Seluruh mata kini tertuju pada putusan sidang praperadilan tanggal 5 Agustus mendatang. Jika hakim mengabulkan permohonan praperadilan, maka status tersangka Adi otomatis gugur. Namun jika ditolak, publik akan semakin meyakini bahwa hukum di negeri ini tak lagi berpihak pada kebenaran, melainkan pada kekuasaan dan uang.
“Ini bukan sekadar sidang. Ini cermin integritas penegak hukum. Akankah hukum tunduk pada keadilan, atau kembali menjadi alat represi rakyat kecil?” pungkas Radetya.
Laporan : Jhon