SALATIGA | PortalindinesiaNews.Net – Aroma janggal kembali menyeruak dari proyek pembangunan Taman Wisata Religi (TWR) di Jalan Pattimura, Kota Salatiga. Alih-alih menghadirkan nuansa religius, pelaksanaannya justru memicu keresahan warga dan pengguna jalan.
Sejumlah pengendara mengeluhkan tanah urug yang tercecer di sepanjang jalan akibat aktivitas truk pengangkut material. “Tanahnya bercecer di jalan. Sangat membahayakan pengguna jalan,” keluh Roni, salah satu pengguna jalan, Sabtu (27/9/2025).
Debu beterbangan saat panas dan jalan licin kala hujan menjadi ancaman nyata. Warga sekitar yang enggan disebutkan namanya juga melontarkan keluhan serupa. “Kami berharap pihak kontraktor memperhatikan itu,” ujarnya. Namun, keresahan itu tak berhenti di soal keselamatan. Warga bahkan mencurigai adanya praktik jual beli tanah urug ilegal di balik proyek bernilai jumbo ini.
Pantauan portalindonesianews.net di lokasi mendapati aktivitas puluhan pekerja serta truk keluar-masuk mengangkut material. Dugaan adanya transaksi jual beli tanah urug serta penggunaan BBM bersubsidi pun menyeruak, menambah daftar tanda tanya pada proyek senilai Rp 10,1 miliar ini.
Dari papan informasi proyek, tercatat tiga paket pekerjaan berbeda. Pertama, pembangunan gerbang dan penunjang TWR senilai Rp 2,22 miliar dengan konsultan CV Abiyasha Consultant. Kedua, pembangunan aula TWR dengan nilai fantastis Rp 5,166 miliar dikerjakan oleh CV Mitra Usaha Sejati, juga dengan konsultan CV Abiyasha. Ketiga, proyek penunjang daya tarik wisata Rp 2,79 miliar oleh CV Rajendra Constructions, masih di bawah pengawasan CV Abiyasha.
“Nilai proyek kurang lebih Rp 10,1 miliar bersumber dari dana Bankeu Provinsi Jateng dan APBD Salatiga 2025,” ungkap seorang sumber di Pemkot Salatiga.
Dengan dana sebesar itu, publik berhak menagih transparansi dan kualitas pekerjaan. Namun, yang terlihat saat ini justru tanah tercecer, debu mengganggu, dan dugaan penyimpangan yang mengendap di balik proyek bernuansa religius ini.
Apakah TWR akan benar-benar menjadi ikon wisata religi, atau justru menyisakan jejak persoalan? Warga Salatiga kini menanti jawabannya.
Red/Time