GROBOGAN | PortalindonesiaNews.Net — Polemik penanganan hukum di Kabupaten Grobogan kembali memantik perhatian publik. Kali ini, sorotan tertuju pada lambannya respon Kapolres Grobogan dalam menanggapi surat resmi yang diajukan oleh kuasa hukum Suwarno, seorang warga yang diduga menjadi korban kriminalisasi dalam kasus pemerasan yang penuh kejanggalan.
Kuasa hukum, John L. Sitomorang, S.H., M.H., menegaskan bahwa pihaknya telah melayangkan surat resmi kepada Kapolres Grobogan untuk meminta turunan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kliennya. Permintaan itu, menurutnya, adalah hak hukum yang dijamin oleh undang-undang dan diperlukan untuk keperluan pembelaan serta pengajuan Peninjauan Kembali (PK).
“Kami hanya meminta turunan BAP klien kami untuk kepentingan pembelaan dan PK. Ini hak tersangka yang dijamin undang-undang, bukan permintaan yang aneh. Tapi kenapa sampai hari ini belum juga direspons? Mau jadi apa negara ini kalau hak dasar warga saja diabaikan? Apakah semua ini hanya sekadar pencitraan?” tegas John L. Sitomorang di Semarang, Jumat (18/10/2025).
Awal Kasus: Dari Pemberitaan Jadi Penangkapan
Sitomorang menjelaskan, kasus yang menjerat Suwarno bermula dari pemberitaan media berjudul “Benarkah CV. Riyutomo Group Lakukan Dugaan Penipuan ke Pembeli” yang diunggah pada 11 Maret 2023.
Sehari setelah berita itu tayang, Jambol Bin Atmo Marmin (alm) mendatangi kantor KAANI — tempat Suwarno bekerja — dengan maksud meminta agar berita tersebut diturunkan (take down). Dalam pertemuan itu, Jambol juga menanyakan biaya yang harus disiapkan untuk “kopi-kopi”, istilah yang umum digunakan untuk uang pengganti biaya redaksional.
Kemudian pada 13 Maret 2023, Jambol menghubungi Suwarno untuk bertemu di sebuah lokasi yang disepakati. Saat itu, Jambol menyerahkan amplop berisi uang Rp3 juta. Namun tak lama setelahnya, datang sekelompok orang yang mengaku polisi dari Polres Grobogan dan langsung menangkap Suwarno dengan tuduhan pemerasan.
“Katanya tertangkap tangan. Tapi delik pemerasan itu delik aduan. Jadi kapan Jambol membuat laporan? Sebelum menyerahkan uang atau setelahnya? Kalau memang Jambol sendiri yang meminta berita diturunkan, di mana letak pemerasannya?” tanya Sitomorang penuh heran.
Dakwaan Berbeda, Fakta Dipertanyakan
Kuasa hukum menilai ada banyak kejanggalan dalam penanganan kasus ini. Salah satunya, dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum justru muncul nama lain sebagai korban, dengan dugaan kejadian pada tahun 2022 — bukan 2023.
“Ini aneh, karena saat klien kami ditahan, ia bahkan belum pernah dimintai keterangan, baik sebagai saksi maupun tersangka. Ini jelas melanggar Pasal 52 KUHAP, yang menyatakan bahwa tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik maupun hakim,” tegasnya.
Menurut Sitomorang, ketidakjelasan prosedur penyidikan ini menguatkan dugaan adanya rekayasa kasus terhadap kliennya.
Minta Kapolri Turun Tangan
Lebih lanjut, Sitomorang meminta Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo untuk turun tangan langsung mengusut dugaan kriminalisasi tersebut.
“Kami menduga kuat ada unsur rekayasa dalam penanganan perkara ini. Bahkan, beberapa penyidik yang kami nilai terlibat sudah pindah tugas dari Polres Grobogan. Kami harap Kapolri tidak memberikan ruang dan jabatan bagi oknum yang terlibat dalam praktik seperti ini,” tegasnya.
Menurutnya, lambannya respon Kapolres terhadap surat resmi kuasa hukum bukan hanya bentuk pelanggaran etik, tetapi juga preseden buruk bagi citra penegakan hukum di daerah.
“Negara ini seharusnya berdiri di atas hukum, bukan di atas kepentingan kelompok tertentu. Kalau hak tersangka saja tidak dihormati, hukum tinggal jadi alat pencitraan,” pungkas John L Sitomorang.
Red:DN