PURWOREJO |PortalindonesiaNews.Net — Dunia pendidikan kembali tercoreng oleh ulah seorang pendidik. Zuletri, guru di SMP Negeri 3 Purworejo, diduga melakukan tindakan perundungan dan intimidasi terhadap seorang siswa di dalam kelas, disaksikan oleh seluruh teman-temannya.
Ironisnya, tindakan memalukan tersebut diduga dilakukan karena orang tua siswa itu bersikap kritis dan berani membongkar dugaan praktik pungutan liar (pungli) yang disamarkan dengan modus “sumbangan sukarela” di sekolah tersebut.
Akibat kejadian itu, korban mengalami tekanan psikis dan mental yang berat. Ia dikabarkan menjadi murung, takut, dan enggan bersekolah.
Tindakan Zuletri ini dianggap melanggar etika profesi guru, mencederai moral dunia pendidikan, dan membahayakan perkembangan psikologis anak didik.
Sugiyono SH: “Guru Bukan Debt Collector, Ini Harus Segera Diproses Hukum!”
Kecaman keras disampaikan oleh Sugiyono, SH, DPN Bidang SDM LPKSM Kresna Cakra Nusantara, yang selama ini dikenal vokal membela hak-hak konsumen di sektor pendidikan.
Ia menilai tindakan Zuletri bukan hanya tidak bermoral, tetapi juga sudah masuk ranah kekerasan psikis terhadap anak di bawah umur.
“Guru itu seharusnya jadi panutan moral, bukan jadi algojo di kelas. Kalau ada orang tua murid yang kritis terhadap kebijakan sekolah, kok malah anaknya yang dijadikan sasaran? Ini bukan pendidik, tapi pelaku kekerasan!” tegas Sugiyono, Sabtu (18/10/2025).
Sugiyono menyebut, perilaku seperti ini menunjukkan degradasi moral dan krisis mental sebagian tenaga pendidik yang seolah berubah fungsi menjadi debt collector atau preman berseragam.
“Apakah sekarang pendidik sudah kehilangan nurani? Kalau orang tua bicara jujur soal pungli, kok malah anaknya ditekan di depan siswa lain? Ini tindakan pengecut dan harus segera diproses hukum,” ujarnya.
Laporan Resmi Akan Dilayangkan ke Unit PPA Polres Purworejo
Sugiyono memastikan bahwa kasus ini tidak akan berhenti pada kecaman publik saja.
Pihaknya akan segera melaporkan kasus dugaan perundungan oleh guru Zuletri ke Unit PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Polres Purworejo pada Senin, 20 Oktober 2025.
“Kami akan buat laporan resmi ke Unit PPA Polres Purworejo. Guru seperti ini harus diperiksa karena tindakannya telah merusak mental anak dan mencoreng nama baik dunia pendidikan. Minimal diberhentikan dari jabatannya!” tegas Sugiyono.
Tindakan Bullying di Sekolah Termasuk Kekerasan Psikis
Perbuatan Zuletri termasuk tindak kekerasan psikis terhadap anak, sebagaimana diatur dalam:
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, dan
Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan.
Kedua aturan tersebut melarang keras segala bentuk kekerasan verbal, fisik, maupun psikis di sekolah.
Guru yang terbukti melakukan perundungan dapat dikenai sanksi disiplin berat hingga pidana.
“Perilaku seperti ini sangat berbahaya. Korban bisa trauma, kehilangan kepercayaan diri, bahkan takut bersekolah. Kalau hal seperti ini dibiarkan, dunia pendidikan akan hancur,” tambah Sugiyono.
Desakan Publik: Pecat dan Proses Hukum Guru Zuletri
Masyarakat dan wali murid SMP Negeri 3 Purworejo kini mendesak Dinas Pendidikan Kabupaten Purworejo untuk segera mengambil tindakan tegas.
Publik menilai, tindakan Zuletri bukan hanya pelanggaran disiplin, tetapi juga kejahatan moral yang mengancam masa depan generasi muda.
“Guru yang membully anak hanya karena orang tuanya bicara jujur, sudah tidak pantas mengajar. Harus dipecat, dan kalau perlu diproses pidana,” ujar salah satu wali murid yang menolak disebut namanya.
Catatan Redaksi
Kasus guru Zuletri di SMP Negeri 3 Purworejo menjadi potret kelam dunia pendidikan Indonesia.
Ketika seorang pendidik berubah menjadi pelaku intimidasi terhadap muridnya sendiri, maka sekolah kehilangan makna sebagai tempat belajar yang aman dan mendidik.
Masyarakat kini menunggu langkah nyata dari Polres Purworejo dan Dinas Pendidikan untuk menegakkan keadilan.
Tidak boleh ada lagi anak yang menjadi korban hanya karena keberanian orang tuanya mengungkap kebenaran.
Keadilan untuk anak bukan sekadar tuntutan — melainkan kewajiban moral dan hukum bagi negara.
Red/Baca Episode Selanjutnya
Laporan ; IKA