JAKARTA | PortalindonesiaNews.Net — Kepercayaan publik terhadap kinerja aparat penegak hukum kembali tercoreng. Polda Metro Jaya, yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam penegakan hukum di Ibu Kota, kini disorot tajam lantaran gagal menunjukkan profesionalisme dalam menangani kasus dugaan perampasan kendaraan bermotor (KBM) jenis Honda Civic bernopol H 7366 WY.
Kuasa hukum korban menyatakan kekecewaannya. Pasalnya, meski perkara ini telah bergulir hingga meja hijau, dua hal krusial masih menjadi misteri: barang bukti kendaraan yang dirampas tidak jelas keberadaannya, dan para pelaku yang sudah berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) tak kunjung ditangkap.
“Kami sudah melayangkan surat resmi ke Wasidik Polda Metro Jaya untuk meminta klarifikasi. Namun, yang kami dapat justru sikap diam dan ketidakjelasan. Sampai hari ini, barang bukti tidak ada, pelaku pun belum ditangkap,” tegas kuasa hukum korban.
Profesionalisme Polda Dipertanyakan
Publik pun bertanya-tanya: bagaimana mungkin sebuah institusi sebesar Polda Metro Jaya tidak mampu menghadirkan barang bukti yang semestinya sudah berada dalam penguasaan penyidik? Mengapa DPO yang identitasnya sudah jelas belum juga berhasil dibekuk?
Apakah ada pembiaran? Atau justru ada “kekuatan besar” yang melindungi para pelaku?
Lebih ironis lagi, kasus ini tetap disidangkan tanpa kehadiran barang bukti fisik kendaraan yang dirampas.
“Bagaimana pengadilan bisa memberikan putusan yang adil jika penyidik tidak menghadirkan alat bukti utama? Bukankah itu justru mengebiri proses peradilan?” ujar kuasa hukum dengan nada geram.
Landasan Hukum yang Diabaikan
Padahal, regulasi jelas mengatur kewajiban aparat kepolisian dalam penanganan kasus hukum:
Pasal 183 KUHAP: Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana tanpa sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah.
Pasal 7 ayat (1) huruf j UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP: Penyidik berwenang melakukan tindakan hukum yang bertanggung jawab, termasuk penyitaan barang bukti.
Pasal 13 UU Kepolisian (UU No. 2 Tahun 2002): Tugas Polri adalah melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakkan hukum secara profesional dan proporsional.
Fakta di lapangan justru menunjukkan sebaliknya. Polda Metro Jaya gagal menghadirkan bukti, gagal menangkap pelaku, sekaligus gagal menjaga kepercayaan masyarakat.
Polda Metro Jaya Harus Introspeksi
Pertanyaan besar kini menggema: apa gunanya predikat “Polda Metro Jaya” jika menangani kasus perampasan kendaraan saja tidak bisa tuntas?
Ini bukan persoalan kemampuan — sebab sumber daya Polda Metro Jaya jelas tersedia. Ini persoalan kemauan dan keberanian menegakkan hukum tanpa pandang bulu.
Jika barang bukti masih misterius dan para pelaku bebas berkeliaran, wajar bila publik menilai Polda Metro Jaya justru lebih berpihak kepada pelaku ketimbang korban.
Apakah Polda Metro Jaya berani membuktikan diri berpihak pada keadilan, atau memilih diam dan menjadi tameng pelaku?
Red/Time