SEMARANG | PortalIndonesiaNews.net — Kasus dugaan pelanggaran hukum oleh perusahaan pembiayaan kembali mencuat di Jawa Tengah. Seorang warga Kabupaten Semarang berinisial AAS (30) resmi melaporkan PT. Wahana Ottomitra Multiartha, Tbk (WOM Finance) Cabang Solo ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Jawa Tengah dan Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Tengah.
Pelaporan tersebut dilakukan atas dugaan penarikan paksa kendaraan truk tangki H 8405 JC merk HINO, yang terdaftar atas nama STNK A.W., tanpa surat penetapan dari Pengadilan Negeri setempat — sebagaimana diwajibkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019.
Dalam tanda terima surat resmi tertanggal 6 Oktober 2025 yang diterima redaksi, Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Provinsi Jawa Tengah turut mendampingi korban dalam penyampaian laporan kepada OJK.
Sementara laporan ke Polda Jateng diterima oleh petugas Ditreskrimum dengan perihal “laporan terkait perampasan dan penggelapan mobil truk tangki.”
“Kami menilai tindakan penarikan paksa yang dilakukan oleh WOM Finance Cabang Solo jelas melanggar hukum dan tidak sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019,” tegas Kuasa Hukum AAS, Y. Joko Tirtono, S.H.
Diduga Ada Penjualan Aset Tanpa Hak
Menurut keterangan pelapor, AAS membeli satu unit truk tangki senilai total Rp1,5 miliar, terdiri atas truk HINO dan dua unit tangki bahan bakar. Truk tersebut dijaminkan ke WOM Finance untuk pinjaman Rp340 juta, dan telah dibayar 12 kali angsuran dengan total lebih dari Rp160 juta.
Namun, meski pembayaran berjalan lancar dan hanya mengalami keterlambatan tiga bulan, pihak leasing justru melakukan penarikan sepihak tanpa dasar hukum. Ironisnya, dua unit tangki yang bukan bagian dari objek fidusia juga turut disita, bahkan diduga telah dijual ke pihak lain.
“Kalau memang ada tunggakan, seharusnya proses dilakukan melalui pengadilan, bukan main tarik di lapangan. Ini sudah mengarah pada dugaan perampasan (Pasal 368 KUHP) dan penggelapan (Pasal 372 KUHP),” tambah Joko Tirtono.
Praktik Leasing Diduga Sewenang-wenang
Langkah pelaporan ke OJK dan Ditreskrimum Polda Jateng ini dinilai sebagai bentuk perlawanan hukum terhadap praktik leasing yang diduga sewenang-wenang dan telah merugikan banyak pelaku usaha kecil.
LCKI Jawa Tengah menegaskan bahwa lembaganya akan mengawal proses hukum hingga tuntas, termasuk berkoordinasi dengan OJK Pusat dan pihak kepolisian agar penanganan berjalan cepat dan transparan.
“Kasus seperti ini tidak boleh dibiarkan. Jika dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi dunia pembiayaan dan mencederai rasa keadilan masyarakat,” ujar perwakilan LCKI Jawa Tengah saat dikonfirmasi.
Tindakan Tak Manusiawi, Rugikan Pelaku Usaha
Sementara itu, Jack, selaku kuasa hukum pendamping korban, mengecam keras tindakan WOM Finance yang disebutnya keji dan tidak manusiawi, karena tidak memperhatikan kondisi ekonomi nasabah yang berprofesi sebagai pelaku usaha pengadaan susu segar.
“Apa yang dilakukan WOM sangat keji dan tidak manusiawi. Mereka tidak melihat aspek kehidupan para pelaku usaha kecil yang jaminannya digantung di leasing. WOM mendapat keuntungan besar yang tidak sebanding dengan nilai jaminan yang disita. Ini praktek yang berulang pada nasabah yang tengah kesulitan membayar angsuran,” ujar Jack kepada awak media.
Ia menegaskan, pihaknya bersama tim hukum akan menempuh jalur gugatan perdata di Pengadilan Negeri setempat, selain proses pidana yang tengah dilaporkan ke Polda Jawa Tengah.
“Nasabah kami mengalami kerugian besar. Kami tidak akan diam. Kami juga akan menggugat secara perdata, karena perbuatan ini telah melanggar asas keadilan dan perlindungan konsumen,” tegasnya.
Kini, publik menanti langkah tegas dari OJK Jawa Tengah dan Polda Jateng untuk memproses laporan tersebut sesuai UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019, yang secara tegas menyatakan bahwa eksekusi kendaraan kredit tidak boleh dilakukan tanpa putusan pengadilan.
Kasus ini diharapkan menjadi peringatan keras bagi lembaga pembiayaan agar menghentikan praktik penarikan sepihak yang merugikan masyarakat dan bertentangan dengan hukum.
Laporan : Iskandar