KEBUMEN | PortalindinesiaNews.Net — Dunia pendidikan kembali tercoreng. Sebuah video kunjungan kerja LPKSM Kresna Cakra Nusantara ke SMAN 1 Kutowinangun, Kebumen, viral di TikTok dan menimbulkan kehebohan publik. Dalam rekaman tersebut, terungkap pengakuan wali siswa bahwa ada penawaran jual beli buku pelajaran melalui bendahara kelas.
Meski pihak sekolah berdalih bahwa pembelian buku tidak diwajibkan, publik menilai praktik ini tidak mungkin berjalan tanpa sepengetahuan pihak sekolah. Apalagi, mekanisme penawaran dilakukan secara resmi melalui struktur kelas.
“Kalau memang tidak diwajibkan, mengapa bisa ditawarkan lewat bendahara kelas? Sangat kecil kemungkinan sekolah tidak tahu,” ungkap salah satu wali siswa dengan nada kecewa.
Dalam klarifikasi kepada tim LPKSM, kepala sekolah SMAN 1 Kutowinangun berjanji penjualan buku akan dibatalkan. Namun publik menilai janji ini harus dikawal serius agar tidak hanya sebatas retorika.
Dasar Hukum Larangan Jual-Beli Buku di Sekolah
Praktik jual-beli buku di sekolah, dengan alasan apapun, jelas dilarang. Hal ini sesuai:
Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, Pasal 12 ayat (1), yang menegaskan bahwa sekolah dilarang melakukan pungutan dalam bentuk apapun kepada peserta didik dan orang tua.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 11 ayat (1), yang menegaskan pemerintah dan sekolah wajib menyediakan layanan pendidikan tanpa diskriminasi atau pungutan yang membebani siswa.
Permendikbud No. 8 Tahun 2016 tentang Buku yang Digunakan oleh Satuan Pendidikan, yang menyatakan pengadaan buku pelajaran harus menggunakan dana BOS dan dikelola transparan, bukan dijual langsung kepada siswa.
Artinya, apapun dalihnya, praktik jual-beli buku melalui bendahara kelas atau pihak sekolah bertentangan dengan aturan hukum.
Keluhan Guru Soal Dana BOS
Selain isu buku, kunjungan LPKSM juga mengungkap keluh kesah guru terkait pengelolaan Dana BOS. Guru mengaku terbebani aturan ketat kementerian yang tidak sesuai dengan kondisi nyata di lapangan.
“Banyak item yang tidak nyambung dengan kebutuhan sekolah. Kalau bisa, Dana BOS sepenuhnya dikelola oleh sekolah biar tepat sasaran,” kata salah satu guru.
Guru juga menekankan agar alokasi Dana BOS untuk buku setiap tahun diarahkan agar buku-buku tersimpan rapi di perpustakaan. Dengan begitu, siswa bisa mengakses tanpa harus terbebani dengan kewajiban membeli.
Publik Desak Evaluasi
Beredarnya video ini membuat publik menilai SMAN 1 Kutowinangun gagal menjaga integritas dan transparansi. Praktik jual-beli buku, meski disebut tidak wajib, tetap dianggap sebagai bentuk pungutan terselubung.
Kini sorotan diarahkan pada Kementerian Pendidikan, apakah berani menindak tegas sekolah yang terbukti melanggar, sekaligus mereformasi pengelolaan Dana BOS agar benar-benar berpihak pada siswa, bukan pada kepentingan birokratis.
Laporan : ika Z