BALI | PortalIndonesiaNews.Net – Dunia maya kembali diguncang. Seorang sopir berinisial ED resmi melaporkan dugaan pencemaran nama baik dan ujaran kebencian bernuansa SARA ke Polda Bali, usai dirinya viral di media sosial tanpa konfirmasi yang jelas. Peristiwa yang terjadi di Jalan Imam Bonjol, Denpasar, pada 10 Mei 2025 itu menjadi sorotan tajam publik, setelah akun Facebook bernama @Ben menyebarkan video dan narasi yang diduga mencemarkan nama baik ED dan memunculkan stigma negatif terhadap warga Indonesia Timur.
Tak main-main, ED hadir langsung ke Mapolda Bali didampingi tim pengacara elit yang terdiri dari:
1. Yohakim Jante Joni, S.H., C.MSP., C.NSP.
2. Rikhardus Ikun, S.H., M.H., C.MSP., C.NSP., LFS.
3. James Harrison Anes, S.H.
4. Sobri, S.H.
Pernyataan keras disampaikan oleh Kuasa Hukum ED, Joao Moath, S.H., yang mengecam keras narasi yang digunakan dalam unggahan tersebut.
“Ini bukan hanya pencemaran terhadap klien kami, tapi juga penghinaan keji terhadap martabat orang Timur. Akibatnya, muncul komentar liar dan penuh kebencian di media sosial yang menggeneralisasi orang Timur secara tidak adil, seolah-olah semua orang Timur berperilaku buruk. Bahkan, ini secara tidak langsung menyeret nama besar Presiden Prabowo Subianto yang juga secara terbuka menyatakan dirinya berdarah Timur,” tegas Joao.
Joao menegaskan, ungkapan rasisme terselubung ini menjadi alarm keras bagi warganet agar lebih bertanggung jawab dalam menggunakan media sosial. “Jangan hanya karena viral, seenaknya menyebar tuduhan yang belum tentu benar. Ini bisa menimbulkan efek sosial yang berbahaya.”
Laporan resmi telah diterima oleh Polda Bali dengan nomor registrasi STPL/903/V/2025/SPKT/Polda Bali pada Sabtu malam, 17 Mei 2025, pukul 21.04 WITA. Dalam laporan tersebut, tim hukum menyertakan bukti-bukti kuat berupa tangkapan layar, rekaman, dan saksi-saksi yang memperkuat dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan ujaran kebencian.
Pengacara Rikhardus Ikun, salah satu anggota tim kuasa hukum, menekankan pentingnya penyelesaian secara hukum dan bukan melalui media sosial.
“Jika merasa dirugikan, tempuh jalur hukum, bukan viralisasi sepihak yang tak bisa dipertanggungjawabkan. Kami berharap pihak kepolisian segera menindaklanjuti laporan ini agar menjadi pembelajaran bagi seluruh masyarakat,” ucapnya.
Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa media sosial bukanlah ruang bebas untuk menuduh, menghujat, atau menyebarkan kebencian. Masyarakat diimbau bijak dan cerdas dalam bermedsos, serta menjunjung tinggi etika dan hukum yang berlaku.
“Jangan sampai karena jari, reputasi orang hancur, dan keutuhan sosial terkoyak,” pungkas Rikhardus.
Laporan: Marno