SEMARANG | PortalIndonesiaNews.Net – Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Relawan Penegak Keadilan Republik Indonesia (DPP RPK-RI), Susilo H. Prasetiyo, angkat bicara terkait dugaan praktik ilegal penampungan aspal curah dan BBM jenis solar subsidi yang berada di wilayah Desa Krajan, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang.
Yang menghebohkan, lokasi ini disebut-sebut milik seorang pengusaha wanita pemilik rumah makan berinisial M. Diduga kuat, aktivitas ilegal tersebut telah berlangsung bertahun-tahun dan merugikan negara, khususnya PT Pertamina Patra Niaga serta perusahaan aspal curah di Cilacap.
Disinyalir Jadi “Sarang” Aspal Kencingan
Dalam pernyataannya, Susilo menyebut telah mengantongi hasil investigasi yang cukup mengejutkan. Lokasi yang berada tak jauh dari sebuah bengkel diduga kuat menjadi tempat penampungan aspal curah dari truk-truk yang melakukan praktik “kencingan”—istilah untuk penggelapan sebagian muatan aspal.
“Di lokasi tersebut terdapat puluhan drum kosong yang siap diisi cairan aspal dari truk pengangkut aspal asal Cilacap. Ini sudah bukan rahasia lagi di kalangan kontraktor,” ungkap Susilo.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa RPK-RI akan segera menempatkan tim dari Divisi Intelijen di wilayah tersebut guna memperkuat data dan pengawasan.
Harga Jauh di Bawah Standar, Negara Rugi Besar
Aspal bekas hasil kencingan tersebut disebut dijual seharga Rp700 ribu per drum, jauh di bawah harga pasaran. Diduga, aspal ini kemudian diperjualbelikan kembali kepada sejumlah kontraktor di wilayah Kota Semarang, Kabupaten Semarang hingga Salatiga, dengan harga sekitar Rp2,5 juta—masih di bawah harga standar minimum yang ditetapkan oleh Kementerian PUPR.
“Jelas ini merusak sistem. Di saat perusahaan resmi taat aturan, pelaku seperti ini justru melenggang bebas tanpa izin, tanpa standar mutu, dan tanpa tanggung jawab,” ujarnya.
Tak Kantongi Izin, RPK-RI Siap Lapor ke Mabes Polri
Lebih parah lagi, Susilo mengungkapkan bahwa lokasi penampungan tersebut tidak memiliki izin mendirikan bangunan (PBG), Sertifikat Laik Fungsi (SLF), dan tidak memenuhi standar SNI untuk mutu aspal. Ia menilai praktik ini melanggar ketentuan dalam UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
“Pengolahan, penyimpanan, dan niaga BBM atau aspal tanpa izin merupakan tindak pidana serius. Pasal 53 huruf a UU Migas menyebutkan, pelaku bisa dipenjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp50 miliar,” tegasnya.
RPK-RI, lanjut Susilo, akan segera mengirimkan surat klarifikasi dan permohonan informasi kepada pihak-pihak terkait, serta menyiapkan laporan resmi ke Mabes Polri dengan bukti-bukti hasil investigasi.
Peringatan Serius untuk Aparat dan Pemerintah Daerah
Di akhir pernyataannya, Susilo meminta aparat penegak hukum serta pemerintah daerah tidak menutup mata terhadap praktik semacam ini. Ia menyebut, jika dibiarkan, dampaknya akan merugikan keuangan negara dalam jumlah fantastis dan menciptakan persaingan usaha tidak sehat.
“RPK-RI berdiri untuk menegakkan keadilan. Siapapun yang melanggar hukum, sekecil apapun, harus ditindak tegas. Ini bukan hanya soal bisnis, ini soal kedaulatan energi dan keadilan sosial,” pungkasnya.
Penulis: jh