SEMARANG | PortalIndonesiaNews.Net – Universitas Negeri Semarang (UNNES) melalui Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) kembali menunjukkan kepedulian akademiknya terhadap problematika hukum di Indonesia dengan menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Masa Depan Penegakan Hukum (Telaah Kritis Polri, Kejaksaan, dan Lembaga Pemasyarakatan)”. Kegiatan ini berlangsung di Ruang Rapat Lantai 5 Gedung FISIP UNNES dan diikuti sekitar 50 peserta dari kalangan akademisi, mahasiswa, hingga praktisi hukum.
FGD menghadirkan dua narasumber utama, yakni Prof. Dr. Tri Marhaeni Pudji Astuti, M.Hum., selaku Guru Besar FISIP UNNES, dan Dr. Wahyu Beny Mukti Setiyawan, S.H., M.H., C.Me., C.HRO, dosen sekaligus konsultan hukum. Dalam paparannya, kedua narasumber mengupas secara kritis tumpang tindih kewenangan antara Polri dan Kejaksaan yang diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 dan UU No. 11 Tahun 2021.
Ketidakjelasan batas kewenangan dalam penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan antara kedua lembaga tersebut dinilai berpotensi menimbulkan konflik antar institusi, memperburuk ego sektoral, serta memperlambat jalannya proses hukum. Hal ini secara langsung berdampak pada ketidakpastian hukum yang dialami masyarakat pencari keadilan.
Rekomendasi Kuat: Judicial Review dan Reformulasi Sistem
Salah satu poin penting dalam hasil diskusi adalah rekomendasi untuk mendorong Judicial Review terhadap UU No. 11 Tahun 2021. Langkah ini dianggap penting untuk menguji keselarasan peraturan tersebut dengan prinsip keadilan, supremasi hukum, dan konstitusionalitas.
“Jika suatu lembaga penegak hukum diberikan kewenangan terlalu luas tanpa sistem pengawasan yang sepadan, ini akan merusak prinsip checks and balances,” tegas Dr. Wahyu Beny.
Diskusi juga menyoroti perlunya pembaruan sistem peradilan pidana dengan mempertegas batas kewenangan antar lembaga, termasuk Polri, Kejaksaan, dan lembaga lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam konteks ini, reformasi hukum yang lebih komprehensif dianggap sebagai langkah strategis untuk memperkuat koordinasi antar institusi sekaligus meningkatkan akuntabilitas dan efisiensi sistem hukum nasional.
Akademisi Sebagai Agen Perubahan
Melalui FGD ini, UNNES menunjukkan bahwa institusi akademik memiliki peran penting sebagai agen perubahan hukum. Masukan dari dunia pendidikan tinggi dinilai dapat memperkaya wacana kebijakan dan memberikan tekanan konstruktif terhadap pembuat regulasi agar memperhatikan prinsip keadilan substantif.
“Kami ingin memastikan bahwa reformasi hukum bukan hanya wacana elite, tetapi juga dibentuk atas dasar kebutuhan riil masyarakat,” ujar Prof. Tri Marhaeni dalam penutupannya.
Kegiatan ini menjadi bukti bahwa reformasi sistem hukum di Indonesia membutuhkan dialog terbuka, kajian ilmiah, serta partisipasi aktif dari berbagai elemen, terutama kalangan kampus
Laporan iskandar