Kudus | PortalIndonesiaNews.Net – Kekhawatiran akan dominasi satu lembaga dalam sistem peradilan pidana mengemuka dalam Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Konflik dan Carut Marut Penegakan Hukum dalam RUU KUHAP: Sinergi atau Hegemoni Kekuasaan” yang digelar di Auditorium Lt. 2 SBSN IAIN Kudus.
Kegiatan ini dihadiri oleh sekitar 200 peserta, terdiri dari kalangan akademisi, mahasiswa, praktisi hukum, dan tokoh masyarakat. Dua narasumber utama—Dr. Carto Nuryanto, MM., M.H., dan M. Hendri Agustiawan, S.H., M.H.—menyampaikan pemikiran kritis terhadap arah revisi KUHAP, khususnya terkait penerapan asas dominus litis.
Dalam pemaparannya, Dr. Carto Nuryanto menyoroti potensi konflik kewenangan yang timbul apabila jaksa diberi hak menguji keabsahan tindakan aparat kepolisian seperti penangkapan dan penahanan. “RUU ini bisa menciptakan ketimpangan institusional yang sangat serius. Bukannya membangun sinergi, justru bisa menimbulkan hegemoni kewenangan,” tegasnya.
Senada dengan itu, Hendri Agustiawan menekankan bahwa dominus litis bukan hanya soal teknis prosedural, tetapi juga menyangkut substansi keseimbangan kekuasaan. “Jika asas ini diterapkan tanpa kontrol dan batasan yang jelas, kita sedang membuka jalan bagi lahirnya lembaga superbody dalam peradilan pidana,” ungkapnya.
Diskusi semakin hangat ketika peserta dari unsur mahasiswa mempertanyakan kemungkinan rangkap jabatan di kejaksaan, serta minimnya mekanisme pengawasan yang melekat. Beberapa pihak bahkan menilai revisi RUU KUHAP justru lebih menguatkan satu lembaga penegak hukum dan mengaburkan prinsip checks and balances.
Seruan untuk Sistem yang Adil dan Seimbang
Sebagai kesimpulan, FGD ini merumuskan pentingnya:
Menegaskan batas kewenangan jaksa dalam revisi KUHAP,
Menjaga keseimbangan antar lembaga penegak hukum,
Menolak dominasi atau rangkap fungsi yang dapat mengganggu independensi peradilan,
Serta mendorong lahirnya sistem hukum acara pidana yang akuntabel, terbuka, dan demokratis.
Forum ini disambut antusias sebagai bentuk kontribusi intelektual kampus dalam membangun masa depan hukum pidana yang progresif dan berpihak pada keadilan substantif.
“Diskusi semacam ini perlu diperluas agar suara kampus tidak hanya terdengar di ruang akademik, tapi juga sampai ke ruang legislasi,” ujar salah satu peserta dari Fakultas Hukum IAIN Kudus.
Laporan: Andik