SEMARANG | PortalIndonesiaNews.Net – Isu revisi Undang-Undang Kejaksaan kembali mengemuka dan memantik diskusi tajam dalam Dialog Publik bertajuk “Antara Kewenangan dan Keadilan Rakyat” yang digelar di Gedung Teater Lantai 3, ISDB Prof. Qodri Azizy UIN Walisongo Semarang, pada Selasa, 22 April 2025.
Sekitar 50 peserta yang mayoritas merupakan aktivis mahasiswa dari UNDIP dan UIN Walisongo turut ambil bagian dalam forum yang berlangsung kritis namun tetap konstruktif tersebut. Forum ini menyoroti dampak revisi UU Kejaksaan No. 11 Tahun 2021 terhadap sistem keadilan nasional, terutama dalam konteks relasi antar lembaga penegak hukum.
Tiga Narasumber Bahas Potensi Konflik Kewenangan
Tampil sebagai pemateri adalah Prof. Dr. Ahmad Fanani, M.Ag., M.S (Guru Besar Hukum Islam UIN Walisongo), Dr. Novita Dewi Masyithoh, S.H., M.H. (Praktisi Hukum dan Ketua Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum), serta Drs. H. Nur Syamsudin, M.Si. (Dosen FISIP UIN Walisongo). Ketiganya membedah persoalan perluasan kewenangan jaksa—seperti hak membawa senjata api, penyadapan, serta penyelidikan—yang dinilai berpotensi bertabrakan dengan tugas dan fungsi institusi penegak hukum lainnya seperti Polri.
Kekhawatiran Tumpang Tindih dan Penyalahgunaan Kewenangan
Dalam forum tersebut, muncul kekhawatiran bahwa pemberian kewenangan yang terlalu luas kepada kejaksaan tanpa kontrol eksternal yang kuat justru membuka peluang terjadinya abuse of power. Ketidakseimbangan antara wewenang dan pengawasan dinilai dapat menggerus prinsip checks and balances yang menjadi fondasi demokrasi dan negara hukum.
“Jika kewenangan disentralisasi tanpa pengawasan yang cukup, maka yang terjadi bukan penguatan institusi hukum, melainkan dominasi yang membahayakan sistem,” ujar Dr. Novita.
Polri Dinilai Paling Siap Jalankan Fungsi Penyelidikan
Sebagian besar peserta menyatakan bahwa fungsi penyelidikan dan penyidikan semestinya tetap berada pada institusi kepolisian yang sudah memiliki struktur pengawasan internal dan eksternal. Polri dinilai telah memiliki mekanisme akuntabilitas yang lebih matang dalam menjalankan fungsi-fungsi tersebut secara profesional dan proporsional.
Rangkuman Hasil Dialog Publik:
1. Judicial Review terhadap UU Kejaksaan diperlukan untuk memastikan tidak terjadinya pelanggaran prinsip checks and balances.
2. Revisi harus disertai dengan penguatan pengawasan eksternal terhadap jaksa dan kejaksaan.
3. Beberapa pasal dalam revisi UU Kejaksaan justru mengancam sistem hukum nasional dan memperlemah keadilan substansial.
4. Kewenangan jaksa dalam hal penyadapan dan kepemilikan senjata api memicu kekhawatiran pelanggaran HAM.
5. Perlu mekanisme kontrol yang lebih kuat dari lembaga seperti Komisi Kejaksaan dan DPR RI.
6. Penguatan peran pendidikan hukum kritis di kalangan mahasiswa sangat diperlukan untuk mengawal agenda reformasi hukum.
7. Masyarakat sipil, akademisi, dan mahasiswa didorong terus mengawasi implementasi revisi UU agar tak disalahgunakan.
8. Sentralisasi kewenangan tanpa batasan yang jelas adalah kemunduran bagi sistem hukum demokratis.
Ajakan untuk Terlibat Mengawal Keadilan
Sebagai penutup, para narasumber dan peserta menyepakati pentingnya keterlibatan masyarakat kampus dalam proses reformasi hukum nasional. Mahasiswa sebagai garda depan perubahan diminta untuk aktif mempelajari, mengkritisi, dan ikut mengawal setiap kebijakan yang berdampak pada sistem keadilan rakyat.
“Negara hukum tidak bisa dibangun dengan kewenangan absolut. Ia hanya bisa berdiri jika diawasi oleh rakyat yang kritis dan sadar hukum,” pungkas Prof. Ahmad Fanani.
Laporan: Andik