BANYUMAS | PortalIndonesiaNews.Net — Aktivitas Galian C ilegal yang sempat viral dan ramai diberitakan di media, kini kembali beroperasi dengan lebih brutal di aliran Sungai Serayu, Desa Welahar, Kecamatan Patikraja, Kabupaten Banyumas. Ironisnya, meski sebelumnya sempat dimediasi oleh aparat penegak hukum (APH) dan perangkat desa, tambang pasir ilegal tersebut kini justru bertambah besar, lengkap dengan mesin sedot pasir yang makin banyak.
Warga di sekitar bantaran Sungai Serayu mengaku resah dan frustasi. Mereka merasa seperti dipermainkan oleh hukum dan kehilangan kepercayaan terhadap institusi negara.
“Sempat dimediasi, sempat viral, tapi malah makin parah! Sekarang mereka datang lagi, bawa alat berat lebih banyak. Tanaman pisang saya habis semua, kebun saya hancur,” ucap MR, warga yang juga hadir dalam pertemuan mediasi beberapa bulan lalu.
Lebih mengkhawatirkan lagi, dugaan “pengondisian” dari oknum APH mulai mencuat ke permukaan. Tak hanya Dinas BBWSO, tetapi juga institusi kepolisian dan pemerintahan lokal, diduga tutup mata terhadap praktik ilegal yang terus berlangsung tanpa hambatan.
“Saya harap Pak Kapolri buka mata. Jangan hanya jadi pengayom untuk para pelaku kejahatan lingkungan! Mana suara penegakan hukum? Kalau terus begini, saya ragu hukum masih hidup di negeri ini,” tegas MR, penuh nada kecewa.
Tak hanya warga, pemilik tambang ilegal yang diketahui bernama Trisno bahkan dengan lantang dan menantang saat dikonfirmasi awak media:
“Silakan diberitakan, saya nggak takut! Sudah biasa! Media mau tulis apa saja, saya tetap jalan!” katanya tanpa rasa bersalah.
Pernyataan ini sontak menyulut emosi masyarakat dan membuat publik mempertanyakan integritas aparat. Bagaimana mungkin pelaku tambang ilegal bisa begitu percaya diri jika tidak merasa “dibekingi”?
“Ini negara demokrasi, tapi jangan biarkan mafia tambang merajalela. Kalau APH tidak punya nyali menutup tambang ini, saya duga kuat ada atensi yang mereka terima,” kata Prio, warga lainnya yang menuntut ketegasan hukum.
Ia juga menegaskan bahwa akan terus memantau dan mengawal aktivitas tambang ilegal tersebut hingga benar-benar ada penindakan nyata.
Kekhawatiran warga bukan tanpa alasan. Praktik tambang liar seperti ini diyakini menjadi salah satu penyebab utama kerusakan lingkungan: banjir, erosi, dan hilangnya daya resap tanah yang kini menjadi momok di berbagai daerah.
“Anak cucu kita akan jadi korban kalau kita yang hidup sekarang diam saja. Jangan wariskan bencana, wariskan alam yang sehat,” ujar seorang tokoh warga.
Kini, publik menunggu: Apakah hukum akan berpihak pada rakyat atau justru tunduk pada kepentingan segelintir oknum pemilik modal?
Laporan: Marno