TELUKKUANTAN | PortalIndonesiaNews.Net – Skandal besar kembali membayangi DPRD Kuantan Singingi! Sebuah salinan putusan Mahkamah Agung (MA) mengungkap fakta mencengangkan: uang suap sebesar Rp500 juta digelontorkan demi meloloskan RAPBD Kuansing tahun 2017. Namun, hingga kini, penerima uang haram itu belum juga dijerat hukum.
Putusan MA Nomor 4/PID.SUS.TPK/2022/PT.PBR memuat secara terang benderang bahwa terdakwa dalam kasus tersebut memerintahkan penyerahan uang Rp500 juta kepada saksi bernama Musliadi. Dana tersebut diduga menjadi “pelicin” untuk mempercepat proses pengesahan anggaran. Ironisnya, hanya si pemberi suap yang dijatuhi hukuman—sementara penerima, disebut dalam putusan, masih bebas berkeliaran.
Ketua LSM Permata Kuansing, Junaidi Afandi, mengibaratkan kondisi ini sebagai tamparan keras bagi akal sehat dan keadilan.
“Ini janggal luar biasa! Kami mendesak Kejati Riau segera buka kembali kasus ini. Kalau pemberi dihukum, penerima juga harus diproses. MA sudah jelas menyebut nama dan aliran uangnya. Jangan biarkan keadilan lumpuh di tangan sendiri!” tegas Junaidi.
Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa hukum bisa “macet” di tengah jalan jika ada kepentingan tertentu yang bermain. Ia bahkan meyakini publik bisa kehilangan kepercayaan total jika penerima suap tidak segera dipanggil dan diperiksa.
“Kita bicara tentang integritas negara. Kalau ini didiamkan, masyarakat akan anggap hukum itu cuma alat mainan elite. Ini bukan cuma soal uang Rp500 juta, ini soal keadilan yang diinjak-injak,” tambahnya.
Publik kini menanti apakah Kejati Riau memiliki keberanian untuk membuka kembali tabir gelap RAPBD 2017 dan menyeret nama-nama besar yang disebut dalam putusan MA. Apakah ini hanya puncak gunung es? Apakah ada tokoh lain yang terlibat dalam transaksi politik uang ini?
Satu hal pasti: Kuansing menuntut keadilan.
LSM, akademisi, hingga tokoh masyarakat telah menyuarakan hal yang sama: usut tuntas, jangan tebang pilih! Jika tidak, maka jangan salahkan rakyat bila akhirnya menilai hukum hanya tajam ke bawah, dan tumpul ke atas.
Kini bola panas berada di tangan Kejati Riau. Publik tidak butuh janji, publik menuntut aksi!
Apakah penerima suap Rp500 juta akan segera dipanggil? Atau kasus ini akan dikubur perlahan? Waktu yang akan menjawab—dan sejarah tidak akan diam.
Laporan : Marno