BANJARBARU – PortalIndonesiaNews.net _ Dunia jurnalistik kembali berduka. Seorang jurnalis muda penuh semangat bernama Juwita (23) ditemukan tewas secara mengenaskan di kawasan Gunung Kupang, Kecamatan Cempaka, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, pada 22 Maret 2025. Namun siapa sangka, tersangka pembunuhan ternyata bukan orang asing—melainkan oknum kekasih sendiri, anggota TNI Angkatan Laut berpangkat kelasi bernama Jumran.
Kebenaran mencengangkan ini akhirnya terkuak dalam rekonstruksi berdarah yang digelar Polisi Militer TNI AL pada Sabtu, 5 April 2025. Sebanyak 33 adegan diperagakan langsung oleh Jumran di hadapan penyidik, kuasa hukum korban, dan awak media. Adegan demi adegan menyayat hati, menggambarkan betapa aksi ini telah direncanakan dengan matang.
Kronologi tragis itu dimulai ketika Jumran datang ke Banjarbaru untuk menemui korban. Alih-alih membawa kabar bahagia, ia justru menyewa mobil untuk merancang kematian Juwita. Dalam kendaraan sewaan itulah, ia memiting dan mencekik Juwita hingga tak bernyawa, sebelum membuang tubuh korban ke area sepi di Gunung Kupang.
“Dari rekonstruksi yang dilakukan, terlihat jelas bagaimana pembunuhan ini bukan spontan, melainkan pembunuhan berencana yang keji,” ungkap kuasa hukum keluarga Juwita, Dedi Sugianto, kepada media.
Ironisnya, Jumran adalah pria yang selama ini dikabarkan akan menikahi Juwita. Kedekatan mereka sempat menjadi buah bibir di lingkungan kerja sang jurnalis. Namun cinta berubah menjadi bencana. Fakta mencengangkan lainnya ikut terungkap—ada dugaan bahwa sebelum dibunuh, Juwita juga menjadi korban kekerasan seksual.
“Pelaku sudah mengakui semua perbuatannya. Dari segi hukum, kami mendorong agar ia dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana, bahkan bisa masuk ke tindak pidana lain jika terbukti terjadi kekerasan seksual sebelumnya,” lanjut Dedi.
Kematian Juwita memicu gelombang solidaritas di kalangan jurnalis dan aktivis hak asasi manusia. Kampanye #JusticeForJuwita membanjiri media sosial, menuntut agar pelaku dihukum maksimal. Organisasi pers nasional dan internasional pun ikut bersuara, mendesak agar tak ada toleransi terhadap pelaku kekerasan terhadap wartawan—apalagi dilakukan oleh aparat berseragam.
“Jangan Biarkan Nama TNI Dirusak Oleh Oknum Brutal”
Kapolda Kalsel, Irjen Rosyanto Yudha Hermawan, telah menyatakan bahwa pihaknya memberi perhatian penuh terhadap kasus ini. Sementara dari tubuh TNI AL sendiri, proses hukum internal melalui POM AL sudah berjalan, dengan janji: tak akan ada perlindungan bagi pelaku.
Pihak keluarga berharap pengadilan akan memberi hukuman setimpal. “Kami kehilangan putri kami bukan karena takdir, tapi karena tindakan manusia yang keji. Jangan biarkan pelaku lolos,” ujar ibunda korban dengan tangis tertahan.
Laporan : RD