Home / Daerah / EKONOMI BISNIS / Jawa Tengah / News / Peristiwa

Selasa, 18 Maret 2025 - 09:17 WIB

Pabrik Batik di Sragen Diduga Pakai Gas LPG 3kg dan Beroperasi Ilegal! Pemerintah Tutup Mata, Lingkungan Tercemar

Foto salah satu Temuan yang Mengejutkan Dilapangan adanya pemakaian gas LPG 3 kg Dalam kegiatan pabrik batik Di sragen

Foto salah satu Temuan yang Mengejutkan Dilapangan adanya pemakaian gas LPG 3 kg Dalam kegiatan pabrik batik Di sragen

SRAGEN |PortalIndonesiaNews.Net – Sungguh ironis! Di tengah gencarnya kampanye perlindungan lingkungan dan kesejahteraan tenaga kerja, sebuah pabrik batik di Kabupaten Sragen justru diduga melakukan berbagai pelanggaran serius. Pabrik ini beroperasi tanpa izin resmi, membuang limbah beracun sembarangan, mengeksploitasi pekerja, dan lebih parahnya lagi, menggunakan tabung gas LPG 3 kg—subsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi rakyat miskin—untuk operasionalnya.

Yang lebih memprihatinkan, meskipun berbagai dugaan pelanggaran ini terjadi terang-terangan, pemerintah daerah tampak diam dan seolah menutup mata!

Dugaan eksploitasi tenaga kerja semakin nyata setelah beberapa pekerja pabrik mengungkap kondisi mereka. Gaji yang diberikan sangat minim, yakni Rp60.000 per hari untuk pekerja baru dan Rp100.000 bagi yang sudah lama bekerja.

Baca Juga  Aksi Pengendara Sembarangan di Depan Swalayan Salatiga Picu Kemacetan dan Nyaris Celakakan Pengguna Jalan

Lebih buruk lagi, tidak ada BPJS Ketenagakerjaan maupun jaminan sosial lainnya yang menjadi hak pekerja.

“BPJS Ketenagakerjaan tidak ada, Mbak. Kami kerja tanpa ada jaminan apa pun,” ungkap seorang pekerja yang enggan disebutkan namanya.

Baca Juga  Polisi Tangkap 2 Tersangka Terkait Kasus Judi Online TiktokSadbor88

Tindakan ini jelas melanggar Pasal 99 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang mewajibkan pengusaha memberikan jaminan sosial bagi karyawannya. Jika melanggar, pemilik usaha bisa dijerat hukuman penjara hingga 1 tahun atau denda hingga Rp100 juta.

Baca Juga  Geger Penemuan Sopir Truk Meninggal Dunia di Lokasi Istirahat Jl. Soekarno-Hatta KM 30

Namun, hingga kini tidak ada tindakan dari pemerintah daerah untuk menegakkan aturan ini.

Selain dugaan eksploitasi pekerja, pabrik ini juga melakukan kejahatan lingkungan. Limbah cair beracun diduga dibuang langsung ke selokan tanpa pengolahan sehingga menyebabkan perubahan warna air.

Praktik ini melanggar Pasal 60 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang melarang keras pembuangan limbah tanpa izin resmi. Jika terbukti bersalah, pelaku dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal 3 tahun dan denda hingga Rp3 miliar.

Foto Bukti Limbah B3 Dialirkan kedalam Selokan yang akan Mengalir Hingga Kesungai serta mencemari lingkungan hidup

Selain itu, tindakan ini juga bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3, yang mewajibkan perusahaan mengelola limbah sesuai standar.

Baca Juga  Keceriaan di Tengah Duka: Bhayangkari Salurkan Mainan untuk Anak-anak Pengungsi Erupsi Gunung Lewotobi

Yang menjadi pertanyaan: Dimana Dinas Lingkungan Hidup (DLH)? Mengapa tidak ada tindakan tegas?

Saat tim media mencoba meminta konfirmasi ke rumah pemilik pabrik, tempat tersebut tampak kosong dan tidak ada orang yang bisa dimintai keterangan.

Baca Juga  Tawuran Pemuda di Surabaya Berhasil Dicegah, Dua Tersangka Ditangkap

Upaya konfirmasi melalui WhatsApp juga tidak mendapat respons, meskipun sudah ditunggu berjam-jam.

Yang lebih mengherankan, pemerintah daerah juga seolah-olah tidak peduli terhadap berbagai pelanggaran ini. Hingga berita ini ditulis, belum ada tindakan tegas untuk menutup atau menindak pabrik yang diduga melanggar hukum ini.

Baca Juga  Galian C Ilegal di Ungaran Timur Diduga Langgar Hukum, Warga Ungkap Dampak Buruk dan Seruan Penertiban

Apakah ini karena adanya pembiaran atau bahkan “main mata” dengan oknum tertentu?

Baca Juga  GERAM KUTUK PENYELUNDUPAN NARKOBA DALAM AL-QURAN KE LAPAS

Pabrik ini diduga tidak memiliki Nomor Induk Berusaha (NIB) dan izin operasional yang sah. Ini jelas melanggar Pasal 24 UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang mewajibkan semua usaha memiliki izin resmi sebelum beroperasi.

Baca Juga  RSU Banyumanik 2 Tingkatkan Layanan dan Teknologi, Fokus pada Kepuasan Pasien

Tanpa dokumen legal, seharusnya pabrik ini sudah ditutup! Namun, kenyataannya pabrik masih bebas beroperasi tanpa gangguan.

Jika pemerintah serius menegakkan aturan, seharusnya izin usaha pabrik ini segera dicabut dan pemiliknya dikenai sanksi administratif.

Lantas, mengapa pengawasan terhadap pabrik ilegal seperti ini begitu lemah?

Baca Juga  Ratusan Pekerja Migran Dipulangkan dari Malaysia, Gelombang Ketiga Repatriasi Berlanjut

Dengan berbagai pelanggaran serius ini, masyarakat menuntut agar pemerintah daerah segera bertindak tegas!

Langkah yang harus segera diambil:

✅ Audit ulang izin dan legalitas pabrik

✅ Investigasi dampak lingkungan oleh DLH

✅ Menindak tegas pelanggaran ketenagakerjaan

✅ Memastikan pabrik tidak lagi menggunakan LPG subsidi rakyat miskin

✅ Menutup operasional pabrik jika terbukti melanggar aturan

Baca Juga  Korupsi BUMDes Berjo Jilid II: Kejari Karanganyar Sita Mobil hingga Perhiasan Senilai Ratusan Juta Rupiah

Jika pemerintah tetap diam dan membiarkan kejahatan ini terjadi, maka patut dicurigai adanya pembiaran atau bahkan “permainan di balik layar”!

 

(Red/Time)

 

error: Content is protected !!