SRAGEN|PortalIndonesiaNews.Net – Sebuah pabrik batik di Kabupaten Sragen menjadi sorotan setelah diduga beroperasi tanpa izin resmi, mencemari lingkungan, serta mengabaikan hak pekerja. Yang lebih mengejutkan, pabrik ini juga menggunakan tabung gas LPG 3 kg—yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat miskin—untuk kegiatan produksi.
Seorang pekerja yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa mereka hanya menerima upah Rp60.000 per hari tanpa perlindungan jaminan sosial tenaga kerja.
“BPJS Ketenagakerjaan tidak ada, Mbak. Kami kerja tanpa ada jaminan apa pun,” ujarnya.
Padahal, sesuai dengan Pasal 99 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pemberi kerja wajib memberikan jaminan sosial kepada pekerja. Jika melanggar, perusahaan bisa dikenakan sanksi pidana kurungan maksimal 1 tahun atau denda hingga Rp100 juta.
Investigasi di lokasi menunjukkan bahwa pabrik tersebut diduga membuang limbah cair berwarna langsung ke aliran sungai tanpa pengolahan terlebih dahulu. Hal ini berpotensi melanggar Pasal 60 UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang melarang dumping limbah tanpa izin resmi.
Sanksi bagi pelanggaran ini cukup berat, yakni penjara maksimal 3 tahun dan denda hingga Rp3 miliar. Selain itu, tindakan ini juga melanggar Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3, yang mewajibkan perusahaan mengelola limbah sesuai standar yang berlaku.

Saat tim media mencoba meminta klarifikasi dengan mendatangi rumah pemilik pabrik, salah satu penghuni mengatakan bahwa Sukamto, pemilik pabrik, sedang berada di Solo. Upaya konfirmasi melalui WhatsApp juga tidak mendapat respons setelah beberapa jam ditunggu.
Selain pelanggaran lingkungan dan ketenagakerjaan, pabrik ini juga diduga beroperasi tanpa Nomor Induk Berusaha (NIB) dan dokumen izin operasional yang sah. Hal ini melanggar Pasal 24 UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, yang mewajibkan setiap usaha memiliki izin resmi.
Sanksinya bisa berupa pencabutan izin usaha dan denda administratif.
Dengan berbagai pelanggaran ini, masyarakat berharap agar pemerintah segera bertindak dengan:
Melakukan audit ulang terhadap izin dan kepatuhan operasional pabrik.
Memeriksa dampak lingkungan melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Menindak tegas pelanggaran ketenagakerjaan agar hak pekerja tidak diabaikan.
Kasus ini akan terus kami pantau. Jika terbukti bersalah, pabrik ini berpotensi menghadapi berbagai sanksi berat, termasuk penutupan operasional.
(Red/Time)