MAJALENGKA |PortalindonesiaNews.Net – Langkah berani diambil oleh sejumlah jurnalis dan perwakilan organisasi pers Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) bersama lembaga masyarakat dengan mendatangi Polres Majalengka pada Jumat, 21 Februari 2025. Mereka datang bukan sekadar bertamu, tetapi untuk menuntut kejelasan atas dugaan ketidakberesan dalam penanganan sejumlah kasus yang dinilai penuh kejanggalan.
Dipimpin oleh HENDRATO, anggota PPWI Kabupaten Majalengka, rombongan ini mengajukan berbagai pertanyaan tajam kepada aparat kepolisian. Beberapa kasus yang disorot antara lain:
1. Kasus Poliandri yang Mendadak Dihentikan
Dugaan permainan di balik penghentian kasus poliandri yang melibatkan adik seorang Ketua Umum PUI dan mantan anggota dewan dari partai Islam. Polisi berdalih kekurangan bukti, tetapi apakah ini benar adanya atau ada intervensi di balik layar?
2. Jurnalis Dilaporkan karena Mengungkap Fakta
Alih-alih mendapatkan perlindungan hukum, HENDRATO yang mengungkap kasus poliandri justru dilaporkan oleh pihak tertentu. Anehnya, Polres Majalengka menerima laporan ini tanpa mempertimbangkan Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999, yang jelas melindungi kebebasan pers.
3. Penganiayaan terhadap Jurnalis, Kasus Mandek
IVAN, jurnalis dari media Jurnal Investigasi, menjadi korban penganiayaan oleh seorang pedagang miras. Namun, hingga kini, penyelidikan kasus ini terkesan stagnan tanpa kejelasan tindak lanjut dari aparat kepolisian.
4. Maraknya Penjualan Obat Terlarang Golongan G
Lembaga Pemantau Penyelenggara Publik (LP3) menyoroti semakin bebasnya peredaran obat daftar G di Majalengka. Bahkan, masyarakat sendiri yang harus turun tangan menghentikan aktivitas ini. Apakah ada oknum aparat yang bermain di balik layar?
5. Kasus Perampasan Kendaraan oleh Oknum Polisi
Dugaan keterlibatan seorang anggota Samapta berinisial AN dalam kasus perampasan mobil di Kecamatan Kertajati masih belum jelas ujungnya. Sampai kapan masyarakat harus menunggu kepastian hukum?
6. Kapolres Majalengka Dituding Enggan Merespons Laporan
Kapolres Majalengka, AKBP Indra Novianto, S.I.K., M.H., M.Si., CPHR., diduga tidak memberikan respons terhadap laporan jurnalis dan lembaga yang mencoba mengungkap kasus-kasus ini. Surat dan audiensi yang diajukan tetap tak berbalas.
Menanggapi berbagai polemik ini, Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, angkat bicara. Ia menegaskan bahwa kebebasan pers adalah pilar demokrasi yang harus dijaga dan tidak boleh dikriminalisasi.
“Jurnalis memiliki peran sentral dalam mengawal keadilan dan transparansi. Jika ada indikasi ketidakberesan, sudah sepatutnya dipertanyakan. Saya mendukung penuh rekan-rekan di Majalengka yang berani menuntut kejelasan terkait kasus poliandri, kriminalisasi jurnalis, penganiayaan, dan dugaan pelanggaran hukum lainnya,” tegas Wilson.
Lebih lanjut, Wilson mengingatkan bahwa tindakan kriminalisasi terhadap jurnalis adalah ancaman serius terhadap kebebasan pers dan prinsip demokrasi.
“Jika ini bagian dari upaya membungkam media, maka ini adalah preseden buruk bagi Indonesia. Kepolisian harus bekerja secara profesional dan transparan, bukan justru melindungi kepentingan segelintir orang,” tambahnya.
Wilson juga menegaskan bahwa jika Polres Majalengka tidak segera memberikan klarifikasi, PPWI siap mengambil langkah lebih jauh untuk memastikan bahwa keadilan tetap ditegakkan. Ia menyerukan seluruh insan pers untuk tetap bersatu melawan upaya pembungkaman terhadap kebebasan pers.
“Kami tidak akan tinggal diam! Jurnalis adalah benteng terakhir demokrasi yang harus dihormati dan dilindungi,” pungkasnya.
Kunjungan ini diharapkan dapat membuka ruang dialog yang lebih transparan antara kepolisian dan masyarakat, serta memastikan bahwa hukum ditegakkan tanpa diskriminasi.
Laporan : Marno