Demak | PortalIndonesiaNews.Net _ Di tengah upaya pemerintah mendorong swasembada pangan dan memastikan harga pupuk subsidi terjangkau bagi petani kecil, praktik mafia pupuk subsidi di Kabupaten Demak terus menjadi duri dalam daging. Lebih tragis, pihak-pihak yang semestinya menjadi pelindung petani justru terlibat dalam konspirasi menjadikan pupuk subsidi sebagai ladang basah untuk keuntungan pribadi.
Harga Melambung, Petani Tercekik
Sejumlah petani di Kecamatan Mranggen, Desa Kangkung Karang, mengeluhkan tingginya harga pupuk subsidi yang dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Berdasarkan laporan, harga pupuk Urea dan NPK Phonska mencapai Rp150.000 per sak, jauh dari HET yang ditetapkan pemerintah sebesar Rp112.500 untuk Urea dan Rp115.000 untuk NPK Phonska.
“Saya beli dua sak pupuk subsidi Rp300.000, dan saya dipaksa membeli pupuk non-subsidi tambahan dalam kantong plastik kecil. Ini benar-benar merugikan petani kecil seperti kami,” keluh seorang petani kepada tim media.
Kolusi KPL, PPL, dan Dinas: Permainan Tanpa Malu
Penelusuran lebih lanjut mengungkap bahwa permainan harga pupuk subsidi ini tidak dilakukan oleh satu pihak saja. Seorang pengelola KPL (Kios Pupuk Lengkap) bernama Bu Umi mengklaim bahwa harga sesuai HET. Namun, ia mengakui memiliki hubungan khusus dengan staf PT Pusri Sriwijaya, yang disebut-sebut memberikan rekomendasi penunjukan agen.
Pak Yono, Ketua Paguyuban KPL wilayah Mranggen, disebut sebagai tokoh sentral dalam sistem distribusi pupuk subsidi. Namun, ketika dimintai keterangan, ia terus menghindar dengan alasan sakit, bahkan menyerahkan permasalahan ini kepada seseorang bernama AG, yang sulit dihubungi.
Pernyataan mencengangkan juga datang dari Pak Sholikin, PPL Kecamatan Mranggen. Ia mengakui adanya kesepakatan antara KPL, Dinas Pertanian, dan distributor untuk menjual pupuk subsidi dengan harga Rp150.000 per sak. “Semua pihak tahu, termasuk Dinas Pertanian. Tapi mereka tidak bertindak,” ungkap Pak Sholikin.
Kepala Dinas: Realita yang Bertolak Belakang
Pak Agus Hermawan, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Demak, sebelumnya menyatakan bahwa permasalahan pupuk subsidi di wilayah ini telah selesai. Namun, temuan di lapangan membuktikan bahwa pernyataan tersebut hanyalah formalitas kosong. Faktanya, praktik mafia pupuk subsidi justru semakin mengakar dan melibatkan berbagai pihak.
“Kami sudah berulang kali melapor, tapi tidak ada tindakan nyata dari dinas. Apa ini berarti mereka juga bagian dari permainan ini?” ujar seorang petani dengan nada penuh frustrasi.
Dugaan Berbagai pelanggaran hukum telah terjadi dalam kasus ini, termasuk:
1. UU No. 22 Tahun 2019 tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan: Mengatur distribusi pupuk subsidi untuk mendukung petani. Pelanggaran ini dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana.
2. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi: Pelaku yang menyalahgunakan wewenang untuk keuntungan pribadi dapat dikenakan ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
3. UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen: Melarang manipulasi harga barang yang merugikan konsumen.
Namun, hukum tampaknya hanya menjadi pajangan. Hingga kini, tidak ada tindakan tegas dari aparat penegak hukum untuk memberantas mafia pupuk subsidi ini.
Kasus mafia pupuk subsidi di Demak adalah potret menyedihkan dari negeri yang menggantungkan kehidupan pada sektor agraris. Ketamakan segelintir pihak telah menghancurkan masa depan petani kecil dan mengkhianati visi ketahanan pangan nasional.
Para petani hanya bisa berharap bahwa tindakan tegas akan diambil untuk memberantas mafia pupuk ini. Namun, tanpa komitmen nyata dari aparat penegak hukum dan pemerintah daerah, harapan ini mungkin hanya akan menjadi mimpi di tengah ladang kering.
(Red/Time)