JOMBANG | Portalindonesianews.net – Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Sumberjo, Kecamatan Kota Jombang, Kabupaten Jombang, menjadi perbincangan hangat masyarakat. Dugaan pelanggaran prosedur yang dilakukan pemerintah desa dalam pembentukan panitia dan pembukaan pendaftaran tanpa Surat Keputusan (SK) resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) memicu kritik tajam dari berbagai pihak.
Dilansir dari KabarJombang.com, pada tahun 2024, Desa Sumberjo baru saja melaksanakan sosialisasi rencana PTSL. Namun, di luar dugaan, pemerintah desa langsung membentuk panitia dan membuka pendaftaran pada tahun yang sama, padahal SK dari BPN sebagai dasar hukum belum diterbitkan.
Sekretaris Desa Sumberjo, Sutrisno, mengonfirmasi bahwa panitia PTSL telah menerima sekitar 600 pendaftar dengan pengajuan kuota sebanyak 1.000 bidang tanah ke BPN. Meski demikian, SK resmi dari BPN hingga kini belum diterima.
“BPN sempat datang dan mempertanyakan mengapa pendaftaran sudah dibuka, padahal belum ada SK. Program ini sebenarnya baru akan dimulai pada tahun 2025, tetapi kami belum tahu tanggal pastinya,” ungkap Sutrisno dalam wawancara, Senin (20/1/2025).
Dugaan Pungutan Liar Menambah Masalah
Tidak hanya pelanggaran administratif, warga Desa Sumberjo juga mengeluhkan adanya praktik pungutan liar (pungli). Berdasarkan aturan dalam Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Nomor 6 Tahun 2018, biaya maksimal untuk PTSL seharusnya hanya Rp150.000 per bidang.
Namun, banyak warga melaporkan bahwa mereka diminta membayar biaya tambahan dengan jumlah yang bervariasi, mulai dari Rp50.000 hingga Rp1 juta. Biaya tambahan tersebut disebut-sebut untuk kebutuhan kas desa dan pengurusan administrasi lainnya, seperti perubahan nama di dokumen letter C atau pengurusan hibah.
“Kami merasa keberatan dengan pungutan tambahan ini. Katanya untuk kas desa, tetapi penggunaannya tidak jelas dan memberatkan kami,” ujar Kukuh Hermawan, salah satu warga yang ikut program PTSL.
Kritik dari Pejabat dan Ahli Hukum
Seorang kepala desa di Jombang, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengecam tindakan Pemerintah Desa Sumberjo.
“Program PTSL harus sesuai prosedur. SK dari BPN adalah syarat utama untuk menentukan kuota. Tanpa SK, langkah membentuk panitia dan membuka pendaftaran jelas melanggar aturan,” tegasnya.
Selain itu, tindakan ini juga berpotensi melanggar Pasal 12 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, serta Pasal 368 KUHP tentang pemerasan.
Respon Masyarakat dan Harapan
Kasus ini memunculkan keresahan masyarakat yang merasa hak mereka dirugikan oleh praktik pungli dan pelanggaran prosedur. Warga berharap agar BPN Jombang, pihak inspektorat, dan aparat penegak hukum segera turun tangan untuk menindak pelanggaran ini.
“Ini bukan masalah kecil. Pemerintah desa harus memberikan transparansi, dan pihak berwenang harus tegas agar program seperti ini tidak menjadi ajang pungutan liar,” tambah Kukuh.
Langkah Lanjutan dan Dasar Hukum
Polemik ini memunculkan pertanyaan besar mengenai transparansi pelaksanaan program PTSL. Apabila dugaan pelanggaran terbukti, pihak yang terlibat harus bertanggung jawab secara hukum.
Dasar hukum yang relevan dalam kasus ini:
1. Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 6 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
2. Pasal 12 UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.
3. Pasal 368 KUHP tentang Pemerasan dan Pungutan Liar.
Pernyataan masarakat yang Terdampak
Kami akan terus mengawal perkembangan kasus ini untuk memastikan keadilan bagi masyarakat kecil dan menjaga kredibilitas program pemerintah.
Editor: Saribun