SEMARANG _ Setiap kontestasi politik tak pernah lepas dari konsekuensi menang atau kalah. Dalam konteks budaya kita, menerima kekalahan adalah sikap ksatria yang mencerminkan integritas, kejujuran, dan sportivitas. Hal ini juga selaras dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya sila kedua: Kemanusiaan yang adil dan beradab.
Pemilihan Gubernur Jawa Tengah 2024 telah usai, menghasilkan Paslon No. 2 Ahmad Lutfi – Taj Yasin sebagai pemenang dengan perolehan suara 59,30%, unggul jauh dari Paslon No. 1 Andika – Hendi yang memperoleh 40,40%. Dengan selisih suara sebesar 18,10%, hasil ini seharusnya mencerminkan kemenangan yang jelas dan tegas. Ujar Sofyan Mohammad.
Sofyan Mohammad mengkapkan, Pilkada adalah wajah demokrasi Indonesia, tempat masyarakat diberikan kesempatan untuk memilih pemimpin yang dapat membawa kesejahteraan. Dalam Pilgub Jateng, mekanisme transparansi, aturan etika kampanye, dan pengawasan ketat telah menjadi pondasi pelaksanaannya. Bahkan edukasi kepada pemilih untuk lebih fokus pada program kerja ketimbang serangan personal turut memperkuat integritas proses.
Namun, meski Pilgub berlangsung jujur dan transparan, Paslon No. 1 memilih untuk mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi melalui upaya hukum PHPKADA (Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah). Langkah ini, jika ditelaah lebih dalam, tampaknya lebih didorong oleh motif politik dan gengsi dibandingkan dengan upaya murni mencari keadilan hukum.
Hukum: Abstraksi dan Realitas
Hukum, sebagaimana sering didefinisikan, adalah aturan abstrak tentang bagaimana manusia harus bertindak. Namun, penerapannya dalam kehidupan nyata kerap memunculkan berbagai tafsir dan perdebatan. Dalam dunia hukum, logika formal maupun deduksi rasional sering kali menjadi alat untuk merumuskan atau menganalisis putusan.
Namun, putusan hukum tidak selalu berdiri tegak di atas logika semata. Pertimbangan hakim, opini, hingga pembelaan di pengadilan sering kali lebih menekankan pada rasionalitas yang bersifat praktis dan kontekstual daripada logika yang kaku. Dengan demikian, proses argumentasi dalam hukum adalah proses menjustifikasi kebenaran melalui alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan moral.
Politik atau Hukum?
Dalam konteks Pilgub Jateng, gugatan PHPKADA Paslon No. 1 tampak lebih sebagai upaya mempertahankan gengsi politik daripada benar-benar memperjuangkan keadilan demokratis. Hal ini mengingat tidak adanya indikasi pelanggaran serius dalam proses Pilkada yang dapat merugikan secara signifikan pihak penggugat.
Sebagai refleksi, politik seharusnya tidak hanya tentang persenjataan propaganda, tetapi juga bagaimana kita bereaksi terhadap kekalahan dan kemenangan. Dalam demokrasi yang matang, mengakui kekalahan adalah bagian dari keberanian politik yang sesungguhnya.
Semoga ke depannya, setiap langkah hukum tidak lagi dilandasi oleh emosi semata, melainkan berdasarkan kesadaran akan pentingnya keadilan dan demokrasi yang hakiki. Karena pada akhirnya, demokrasi bukan sekadar angka di atas kertas, melainkan cerminan kedewasaan sebuah bangsa.
(Red/Agus R)