Jakarta| Komandan Intelijen Garuda Sakti Republik Indonesia, Kholilur Rohman, menyerukan Mabes Polri dan GAKKUM KLHK untuk segera bertindak tegas terhadap dugaan praktik kotor pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang diduga melibatkan instansi pemerintah di Kota Bekasi. Ia menegaskan bahwa hal ini harus menjadi perhatian serius, terutama jika melibatkan pejabat penegak hukum dan instansi pemerintahan.
Kholilur Rohman menyatakan bahwa berdasarkan investigasi lapangan, ditemukan indikasi keterlibatan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi dalam melindungi pihak-pihak yang diduga tidak memiliki izin resmi pengelolaan limbah B3. “Dalam peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), rekomendasi bukan merupakan bagian dari perizinan. Artinya, jika hanya mengandalkan rekomendasi, maka ini mencurigakan dan harus diperiksa lebih lanjut,” ujar Kholil.
Dugaan Pelanggaran Fakta Lapangan
Investigasi yang dilakukan tim Garuda Sakti RI menemukan bahwa Diduga DLH Kota Bekasi melakukan penindakan terhadap gudang milik H. Rusdi dan PT. Rizki Anugrah Mandiri. Namun, fakta di lapangan menunjukkan ketidaksesuaian antara laporan DLH dengan bukti-bukti yang ada. Menurut Kholil, saat DLH mengeluarkan somasi atau teguran, pihak pimpinan DLH tidak memberikan respons memadai, yang memperkuat dugaan keterlibatan mereka dalam kasus ini.
“Kami memiliki bukti akurat yang membuktikan ketidaksesuaian antara laporan DLH dan fakta di lapangan. Tindakan pimpinan DLH yang terkesan abai ini semakin memperkuat dugaan keterlibatan mereka dalam melindungi pengelola limbah B3 ilegal,” tambahnya.
Dugaan Keterlibatan Polres Metro Bekasi Kota
Kholil juga menyoroti dugaan keterlibatan pihak Polres Metro Bekasi Kota dalam praktik ini. Ia menyebut bahwa laporan terkait kasus limbah B3 ilegal yang sudah diterima oleh pihak Polres Metro tidak ditindaklanjuti sebagaimana mestinya. “Ada dugaan kuat bahwa intelijen di Polres Metro Bekasi Kota, khususnya yang berinisial S, memiliki hubungan erat dengan perusahaan pengelola limbah B3 ilegal. Hal ini harus segera diusut dan diproses secara hukum,” tegas Kholil.
Ancaman Pidana dalam UU Lingkungan Hidup
Kholil mengingatkan bahwa tindakan memberikan informasi palsu, menyesatkan, atau menghilangkan informasi yang berkaitan dengan pengawasan dan penegakan hukum lingkungan hidup merupakan pelanggaran berat. Berdasarkan Pasal 69 ayat (1) huruf j UU No. 32 Tahun 2009, pelaku bisa dipidana dengan penjara hingga 1 tahun dan denda maksimal Rp1 miliar.
Selain itu, pelanggaran yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup dapat dikenai sanksi lebih berat. Dalam Pasal 98, 99, 100, 102, dan 103 UU tersebut, sanksi pidana mencapai 15 tahun penjara dan denda hingga Rp15 miliar.
“Pejabat yang terlibat harus dikenakan pemecatan dan pencabutan izin. Hal ini penting untuk memberikan efek jera dan menjaga integritas hukum di Indonesia,” kata Kholil.
Penegakan Hukum Diperlukan Segera
Kholil menegaskan bahwa masalah limbah B3 tidak hanya menjadi ancaman bagi lingkungan, tetapi juga masyarakat secara luas. Ia mendesak semua pihak, terutama Mabes Polri dan GAKKUM KLHK, untuk tidak ragu melakukan penegakan hukum terhadap pihak-pihak yang terbukti bersalah, termasuk pejabat pemerintahan dan penegak hukum.
“Lingkungan adalah tanggung jawab bersama. Jangan sampai ulah segelintir pihak merusak nama baik institusi dan membahayakan ekosistem serta masyarakat,” tutupnya.
Laporan ini menjadi pengingat akan pentingnya transparansi dan integritas dalam pengelolaan limbah B3 demi keberlanjutan lingkungandan keadilan bagi semua pihak.
(Red/Time)