DENPASAR – Kejadian mencengangkan kembali menghantam citra institusi kepolisian, saat seorang oknum polisi aktif diduga terlibat dalam penggelapan kendaraan dan pemerasan. Kasus ini mencuat setelah adanya laporan polisi (LP 805) yang tidak kunjung ditindaklanjuti, memicu kemarahan masyarakat yang menginginkan keadilan.
Kronologi Kejadian
Pada 29 November 2024, sekitar pukul 20.15 WITA, sebuah kendaraan Toyota Raize milik pelapor yang hilang sejak lama berhasil ditemukan di area parkir sebuah universitas di Jalan Hayam Wuruk, Denpasar. Mobil tersebut diketahui menggunakan pelat nomor palsu DK 1880 CTA, sedangkan pelat asli kendaraan adalah DK 1891 ABV. Setelah dilakukan penyelidikan, terungkap bahwa kendaraan tersebut dikemudikan oleh seorang mahasiswi dari universitas tersebut.
“Kendaraan berhasil diamankan dan dibawa ke Polda Bali sekitar pukul 22.10 WITA. Namun, situasi semakin rumit ketika pelapor dan timnya berhenti untuk makan di sebuah restoran cepat saji di Kebo Iwa. Di sinilah sekelompok preman tiba-tiba muncul, diduga atas perintah oknum polisi yang terlibat dalam kasus ini.
Menggunakan dua mobil mewah, yaitu Toyota Fortuner putih dan Toyota Innova Reborn, preman-preman tersebut mencoba mengintimidasi pelapor untuk mengeluarkan mobil dari Polda Bali. Dalam insiden tersebut, salah satu preman dengan berani membuka pintu mobil pelapor yang sedang dijumpai oleh istrinya dan mencoba menarik istri pelapor keluar.
Pelapor dan istrinya akhirnya dibawa kembali ke Polda Bali pada pukul 01.25 WITA, di bawah tekanan para preman yang terus berusaha menekan agar mobil segera dikeluarkan.

Pemerasan Berujung Pembayaran
Setelah kembali ke Polda Bali, tekanan dari para preman terus berlanjut. Orang tua mahasiswi yang mengemudikan kendaraan datang ke lokasi dan mengklaim bahwa mobil tersebut dijadikan jaminan untuk pinjaman uang sebesar Rp120 juta oleh oknum polisi. Setelah proses negosiasi yang sangat alot, pelapor terpaksa menyerahkan uang sebesar Rp92 juta agar kendaraannya dapat kembali.
“Fakta mengejutkan lainnya terungkap bahwa sebelumnya, oknum polisi ini pernah menaruh satu unit kendaraan lain milik pelapor, yaitu Mitsubishi Xpander, sebagai jaminan sebelum akhirnya menukarnya dengan Toyota Raize.

Barang Bukti Mencurigakan
Keesokan harinya, kendaraan yang dititipkan di Polda Bali diperiksa oleh kuasa hukum pelapor dan disaksikan oleh anggota kepolisian yang piket. Dalam pemeriksaan tersebut ditemukan sejumlah barang mencurigakan, antara lain:
1. Satu buah borgol.
2. Klip plastik yang diduga bekas narkoba.
3. Pelat nomor palsu lainnya (DK 1836 FBB).
4. Dua botol parfum.
5. Satu kartu ATM BNI.
6. Sikat gigi dan pasta gigi.
7. Satu buah deodoran.
Pelanggaran Hukum yang Diindikasikan:
Dari peristiwa ini, beberapa pasal hukum yang diduga dilanggar oleh oknum polisi dan preman yang terlibat meliputi:
1. Pasal 372 KUHP (Penggelapan) – Ancaman hukuman hingga 4 tahun penjara.
2. Pasal 368 KUHP (Pemerasan) – Ancaman hukuman hingga 9 tahun penjara.
3. Pasal 114 UU No. 35 Tahun 2009 (Narkotika) – Jika ditemukan bukti narkotika, ancaman hukuman berat.
4. Pasal 365 KUHP (Pencurian dengan Kekerasan) – Ancaman hukuman hingga 12 tahun penjara.
Respons Propam yang Ditunggu Publik
Hingga saat ini, Propam Polda Bali belum memberikan respons resmi terkait laporan yang melibatkan anggotanya sendiri. Ketidakjelasan dan lambannya tindakan hukum ini semakin menambah keraguan masyarakat terhadap integritas institusi kepolisian.
Pelapor, yang juga seorang komisaris CV Mahajaya Trans, menegaskan harapannya agar keadilan ditegakkan. “Kami hanya meminta keadilan. Jangan sampai hukum hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas,” tegasnya.
Tuntutan untuk Tindakan Tegas
Kasus ini menjadi ujian besar bagi institusi kepolisian untuk menunjukkan keberanian mereka dalam menindak oknum yang mencoreng nama baik institusi. Masyarakat mendesak agar Propam segera mengambil langkah tegas. Jika tidak, kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum akan semakin menurun.
Apakah keadilan akan ditegakkan, ataukah kasus ini akan menguap begitu saja? Jawabannya kini berada di tangan penegak hukum.
Penulis: iskandar