KABUPATEN SEMARANG– Proyek pembangunan gedung di Jalan Raya Sumowono-Kaloran, Kabupaten Semarang, menuai kritik keras dari masyarakat setempat. Informasi yang beredar menyebutkan gedung tersebut akan difungsikan sebagai panti, baik panti asuhan maupun panti jompo, namun pembangunan itu diduga tidak mengantongi izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) yang Berlaku,
Ironisnya, proyek ini juga berdiri di atas zona hijau yang merupakan area resapan air, di mana pembangunan dilarang keras. Pemilik proyek bahkan mengaku sebagai anggota pers, tetapi justru diduga melanggar aturan yang seharusnya dia pahami dan patuhi.
Fakta Pelanggaran yang Terungkap
1. Izin Bangunan Tidak Sesuai
Proyek ini diketahui menggunakan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) rumah tinggal, yang sebenarnya sudah tidak berlaku sejak diberlakukannya aturan PBG pada 2021.
Dasar Hukum: Pasal 24 UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, menyatakan bahwa setiap bangunan harus memiliki izin sesuai dengan fungsinya melalui PBG.
Sanksi: Pembatalan izin, denda administratif, hingga pembongkaran bangunan.
2. Pembangunan di Zona Hijau
Lokasi proyek berada di zona hijau, yang seharusnya bebas dari aktivitas pembangunan.
Dasar Hukum: Pasal 69 Ayat (1) UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, melarang perubahan fungsi ruang zona hijau.
Sanksi: Pidana penjara hingga 3 tahun atau denda maksimal Rp500 juta.
3. Area Merupakan Daerah Resapan Air
Pembangunan di daerah resapan air melanggar aturan tata ruang yang melindungi keberlanjutan ekosistem.
Dasar Hukum: Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Bangunan Gedung, mewajibkan penyesuaian pembangunan dengan zonasi yang ditetapkan.
Klaim Pemilik dan Tindakan Mandor Proyek
Saat dikonfirmasi, mandor proyek bernama Eko mengaku tidak mengetahui detail izin dan fungsi bangunan. Namun, setelah awak media meninggalkan lokasi, Eko mengirim pesan WhatsApp yang menyebutkan bahwa pemilik proyek adalah Andreanto Pinoto. Lebih lanjut, Eko mengirimkan Kartu Tanda Anggota (KTA) pers milik Andreanto sebagai bukti bahwa pemilik gedung adalah seorang anggota media.
Tindakan ini sangat disayangkan, mengingat anggota pers memiliki tanggung jawab untuk menegakkan hukum, bukan melanggarnya. Perilaku ini mencoreng kredibilitas dunia jurnalistik dan menunjukkan ketidakpatuhan terhadap aturan daerah.
Respon Masyarakat dan Harapan
Warga di sekitar lokasi pembangunan merasa keberatan dengan proyek ini, terutama karena posisinya di zona hijau yang rentan terhadap kerusakan lingkungan. Salah satu warga menyatakan, “Kami khawatir proyek ini akan merusak lingkungan dan menyebabkan banjir. Kalau memang untuk kepentingan sosial, harus ada izin yang jelas dan sesuai aturan.”
Masyarakat berharap pihak berwenang, seperti Dinas Tata Ruang dan Satpol PP Kabupaten Semarang, segera mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran ini. Penegakan hukum tanpa pandang bulu sangat diperlukan, mengingat potensi kerusakan lingkungan dan pelanggaran hukum yang terjadi.
Dugaan Penyalahgunaan Status
Klaim pemilik sebagai anggota pers justru memunculkan pertanyaan etis dan hukum. Anggota pers seharusnya memahami dan menghormati Peraturan Daerah (Perda), bukan malah merasa kebal hukum. Penyalahgunaan status ini dapat merugikan citra media dan memengaruhi kepercayaan publik terhadap profesi jurnalis.
Catatan Khusus
Kasus ini menunjukkan perlunya pengawasan ketat terhadap proyek pembangunan, terutama di wilayah yang dilindungi seperti zona hijau dan daerah resapan air. Aparat hukum diminta untuk memberikan sanksi tegas kepada pihak-pihak yang melanggar, tanpa memandang status atau profesi mereka, demi tegaknya supremasi hukum. “Hukum harus ditegakkan, apalagi oleh mereka yang mengaku sebagai pengawal kebenaran,” ujar seorang aktivis lingkungan setempat.
(Red/Time)