SURABAYA, Setelah melalui proses hukum yang panjang dan melelahkan, Usman Wibisono akhirnya dinyatakan bebas murni oleh Mahkamah Agung (MA). Putusan ini menjadi titik balik bagi anggota Pembinaan Mental Karate (PMK) Kyokushinkai Karate Do Indonesia tersebut yang sempat terseret kasus pencemaran nama baik dan fitnah. Kini, Usman bersiap menempuh jalur hukum baru: menggugat saksi-saksi yang diduga memberikan keterangan palsu dalam kasusnya.
Vonis bebas murni ini dijatuhkan oleh MA melalui Putusan Kasasi Nomor 969/K/PID/2024 pada 25 Juni 2024, yang membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) dan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya. Dalam amar putusannya, MA menyatakan Usman tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan. Hakim juga memulihkan hak-hak Usman yang sempat terenggut, termasuk nama baiknya yang tercemar.
Menempuh Jalur Hukum: Saksi Palsu Dibidik
Tidak berhenti pada vonis bebas, Usman bersama kuasa hukumnya, Abdul Wahab, bertekad untuk mengambil langkah hukum terhadap beberapa saksi yang diduga memberikan keterangan palsu di persidangan.
“Kami telah mengidentifikasi sejumlah saksi yang diduga memberikan kesaksian tidak benar, baik di persidangan maupun dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Langkah hukum ini penting untuk menegakkan keadilan,” tegas Wahab pada Kamis (15/11/2024).
Beberapa saksi yang rencananya akan dilaporkan ke Polrestabes Surabaya berinisial TSP, BI, ESW, YH, HSC, AS, ML, KK, YW, GML, dan SR. Mereka dituduh melanggar Pasal 242 ayat (1) dan (2) KUHP tentang keterangan palsu. Selain itu, Usman juga berencana mengajukan gugatan perdata untuk menuntut ganti rugi materiil dan imateriil akibat kerugian yang dialaminya.
Kronologi Kasus: Dari Kritik hingga Penjara
Kasus yang menjerat Usman bermula dari kritik tajamnya terhadap dugaan penyalahgunaan dana arisan miliaran rupiah oleh beberapa oknum pengurus PMK Karate Kyokushinkai Karate Do Indonesia. Kritik tersebut malah berujung pada laporan balik dari pihak yang merasa tersinggung, yang akhirnya menyeret Usman ke meja hijau.
Pada persidangan tingkat pertama dan banding, Usman dinyatakan bersalah atas tuduhan pencemaran nama baik sebagaimana diatur dalam Pasal 310 ayat (1) jo. Pasal 311 ayat (1) KUHP. Namun, tidak puas dengan putusan tersebut, ia mengajukan kasasi ke MA, yang akhirnya berpihak padanya dengan putusan bebas murni.
Pernyataan Kejaksaan: Hormati Putusan MA
Menanggapi putusan kasasi ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Sisca Christina dari Kejaksaan Negeri Surabaya menegaskan bahwa pihaknya akan mematuhi keputusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
“Kami menghormati putusan Mahkamah Agung ini dan akan menjalankan putusan incracht sesuai prosedur hukum yang berlaku,” ujar Sisca.
Upaya Pemulihan Nama Baik
Setelah vonis bebas, Usman kini fokus memulihkan martabatnya yang telah tercoreng selama proses hukum. Langkah hukum terhadap saksi-saksi palsu diharapkan tidak hanya sebagai upaya menuntut keadilan pribadi, tetapi juga memberikan efek jera bagi mereka yang menyalahgunakan kesaksian di pengadilan.
“Kemenangan di MA ini bukan akhir dari perjuangan kami. Kami ingin memastikan bahwa kebenaran ditegakkan dan mereka yang memberikan kesaksian palsu harus bertanggung jawab,” tandas Abdul Wahab.
Refleksi: Pentingnya Integritas dalam Sistem Peradilan
Kasus Usman Wibisono menjadi pengingat akan dampak serius keterangan palsu yang dapat merusak reputasi dan kehidupan seseorang. Di tengah upaya menjaga integritas hukum, penting bagi semua pihak untuk memastikan bahwa proses pengadilan berjalan adil dan transparan.
Dengan langkah hukum yang diambil Usman, diharapkan akan ada perubahan yang lebih baik dalam praktik peradilan, terutama terkait pemberian kesaksian di pengadilan. Kasus ini memberikan pesan tegas bahwa kebenaran harus selalu menjadi prioritas dalam menegakkan hukum di Indonesia.
(Red/Iskandar)