KLATEN — Masarakat Klaten tengah dihebohkan oleh skandal dugaan perselingkuhan antara H. Triyono, seorang anggota DPRD Klaten dan kader Partai Golkar, dengan Sinta, istri Gatot. Kasus ini menjadi perbincangan hangat karena tidak hanya mencoreng nama baik Partai Golkar tetapi juga memicu keresahan masyarakat yang mempertanyakan moralitas para pejabat publik.
Awal Mula: Kecurigaan dari Pekerjaan Sinta
Pada November 2023, Sinta mulai bekerja di posko Partai Golkar atas rekomendasi ibunya, Catharina Suyanti. Gatot awalnya mendukung keputusan istrinya dengan harapan pekerjaan ini dapat meningkatkan penghasilan keluarga. Namun, situasi berubah ketika Sinta sering pulang larut malam dan menunjukkan perubahan sikap, termasuk kerap menghabiskan waktu dengan ponselnya.
Pada 5 Januari 2024, Gatot menemukan bukti pesan mesra dari H. Triyono di ponsel Sinta, seperti kalimat “dalem sayang” dan “ke ubun-ubun.” Bukti ini menjadi awal perselisihan dalam rumah tangga Gatot dan Sinta.
Pengakuan Mengejutkan: Pertemuan di Hotel Colombo
Tak lama setelah konfrontasi tersebut, Sinta mengakui bahwa dirinya beberapa kali bertemu dengan H. Triyono di Hotel Colombo, Yogyakarta. Pengakuan ini memperdalam luka Gatot, namun ia mencoba bertahan demi mempertahankan keutuhan keluarga dan masa depan anak-anak mereka.
Nama Partai Golkar Terseret dalam Skandal
Skandal ini bukan hanya menjadi urusan pribadi antara Gatot, Sinta, dan H. Triyono, tetapi juga berdampak pada nama baik Partai Golkar. Banyak masyarakat Klaten merasa kecewa dengan perilaku yang dianggap tidak pantas dilakukan oleh seorang pejabat publik.
“Ini sangat mencoreng nama partai yang sudah lama dipercaya masyarakat. Jika benar, Partai Golkar harus segera mengambil tindakan tegas untuk menjaga citranya,” ujar seorang warga Klaten.
Proses Hukum: Dugaan Hilangnya Bukti dan Intervensi Kekuasaan
Gatot kemudian membawa kasus ini ke ranah hukum melalui Pengadilan Negeri Klaten. Namun, perjalanan hukum ini penuh dengan polemik. Beberapa bukti, termasuk tangkapan layar percakapan WhatsApp yang dianggap sebagai barang bukti kuat, dilaporkan hilang selama proses persidangan.
“Saya merasa diperlakukan tidak adil. Barang bukti yang jelas-jelas ada tiba-tiba lenyap, dan ini membuat saya semakin yakin ada intervensi dari pihak yang berkuasa,” ujar Gatot.
Ketidakpuasan Gatot terhadap putusan Pengadilan Negeri Klaten memaksanya mengajukan banding ke Mahkamah Agung, berharap kasus ini dapat diproses secara adil dan transparan.
Desakan Publik untuk Transparansi dan Keadilan
Skandal ini memicu reaksi keras dari masyarakat Klaten dan tokoh-tokoh publik. Mereka menuntut adanya transparansi dalam proses hukum dan penanganan kasus ini tanpa diskriminasi.
“Kita tidak boleh membiarkan hukum tunduk pada kekuasaan. Jika kasus ini tidak diusut tuntas, maka ini menjadi bukti lemahnya supremasi hukum di negara kita,” ujar seorang aktivis masyarakat.
Dampak Skandal terhadap Citra Partai Golkar
Sebagai salah satu partai politik terbesar di Indonesia, Partai Golkar menghadapi tekanan besar akibat kasus ini. Masyarakat menilai tindakan tegas dari partai terhadap kadernya sangat diperlukan untuk memulihkan kepercayaan publik.
“Golkar harus segera mengambil langkah, baik dengan investigasi internal maupun memberikan sanksi kepada kader yang terlibat. Jika tidak, ini akan memengaruhi kepercayaan publik menjelang Pemilu,” kata seorang pengamat politik.
Harapan Gatot untuk Keadilan
Meskipun banyak tantangan, Gatot tetap berjuang untuk mengungkap kebenaran demi keadilan bagi dirinya dan keluarganya.
“Saya hanya ingin hukum ditegakkan tanpa pandang bulu. Ini bukan hanya tentang saya, tetapi juga tentang memberi contoh bahwa tidak ada yang kebal hukum, termasuk pejabat publik,” tegas Gatot.
Publik kini menanti hasil dari Mahkamah Agung, berharap kasus ini menjadi momentum untuk membuktikan bahwa hukum dapat ditegakkan secara adil dan transparan.
(Red/Time)