SURABAYA ,– Kasus kematian seorang pemuda bernama ARBP (23 tahun) di tahanan unit Jatanras Polrestabes Surabaya, telah memicu amarah dan kesedihan mendalam bagi keluarganya. Sang ayah, Supriyatno, merasa ada kejanggalan di balik kematian putranya, yang menurutnya terjadi dalam situasi tidak wajar. Pada Minggu (10/11/24), Supriyatno mendatangi bagian Profesi dan Pengamanan (Propam) Polrestabes Surabaya untuk melaporkan kasus ini, dengan harapan keadilan dapat ditegakkan.
Laporan Kejanggalan: Tuntutan Keadilan dari Sang Ayah
Dalam pernyataannya kepada media, Supriyatno menegaskan bahwa ketika putranya, ARBP, ditahan oleh pihak kepolisian, kondisinya sehat tanpa luka atau cedera apa pun. Namun, hanya sehari setelah penahanan, ia mendapat kabar mengejutkan bahwa putranya meninggal dunia. Saat melihat jenazah, Supriyatno mendapati luka lebam dan memar di beberapa bagian tubuh ARBP, yang semakin memperkuat kecurigaannya akan adanya kekerasan selama penahanan.
“Hari ini saya melaporkan kejanggalan atas meninggalnya anak saya yang saya anggap tidak wajar, dengan tanda-tanda luka lebam dan memar pada jenazahnya,” ujar Supriyatno dengan penuh emosi saat ditemui di depan kantor Propam Polrestabes Surabaya. Ia berharap laporan yang diajukannya dapat ditindaklanjuti secara serius oleh aparat terkait.
Tuntutan Investigasi Transparan
Supriyatno menegaskan keinginannya agar pihak kepolisian mengusut kasus ini secara menyeluruh. Ia meminta agar, apabila ditemukan bukti adanya tindakan kekerasan atau pelanggaran prosedur, oknum yang terlibat dapat diproses sesuai hukum yang berlaku.
“Kami menuntut keadilan, dan saya mohon kepada Kapolrestabes Surabaya, Kasi Propam, serta Kapolda Jawa Timur agar memberikan perhatian khusus pada kasus ini demi tegaknya hukum yang berkeadilan,” lanjutnya penuh harap.
Pendamping Keluarga: Desakan kepada Aparat Penegak Hukum
Selain Supriyatno, Suhaili, yang bertindak sebagai pendamping keluarga korban, juga memberikan dukungannya. Ia berjanji akan mengawal proses hukum ini hingga tuntas dan meminta perhatian dari jajaran kepolisian, mulai dari Kapolri hingga Kapolda Jawa Timur, agar kasus kematian ARBP ini diselidiki dengan serius.
“Kami mohon kepada Kapolri dan Kapolda Jawa Timur untuk memberikan perhatian khusus agar kasus ini bisa terselesaikan dan keadilan bisa ditegakkan,” tegas Suhaili. Menurutnya, keluarga hanya menginginkan transparansi dan kebenaran atas kematian yang diduga akibat kekerasan tersebut.
Tuntutan Publik untuk Transparansi dan Akuntabilitas
Kasus ini dengan cepat menjadi sorotan masyarakat Surabaya dan memunculkan pertanyaan besar terkait penanganan tahanan di Indonesia. Dugaan penyalahgunaan wewenang dan kekerasan dalam penahanan kembali mencuat, yang menggerakkan sejumlah elemen masyarakat untuk menyerukan adanya reformasi dan transparansi di institusi kepolisian.
Pihak Polrestabes Surabaya hingga saat ini belum memberikan keterangan resmi terkait dugaan kekerasan yang dialami ARBP. Namun, publik dan keluarga korban berharap agar investigasi dilakukan secara terbuka, tanpa ada upaya menutup-nutupi fakta.
Keluarga Korban: “Kami Hanya Ingin Keadilan”
Di tengah duka yang mendalam, keluarga ARBP berkomitmen untuk terus memperjuangkan keadilan demi mendapatkan jawaban atas kematian anak mereka. Mereka berharap langkah yang mereka tempuh ini dapat menjadi pelajaran dan mencegah peristiwa serupa terjadi di masa depan.
Kasus ini diharapkan bisa menjadi momentum bagi aparat penegak hukum untuk memperbaiki sistem penanganan tahanan serta memastikan hak-hak dasar warga negara tetap terlindungi, bahkan ketika berada di balik jeruji besi.
(Red/Time)