JAKARTA, Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia resmi menetapkan Meirizka Widjaja (MW), ibu dari terdakwa Ronald Tannur (RT), sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap yang mengarah pada pembebasan putranya. MW diduga memberikan dana kepada oknum terkait untuk mempengaruhi hasil vonis bebas RT dalam perkara penganiayaan berat yang berujung pada kematian korban, Dini Sera Afriyanti.
Penetapan tersangka ini diumumkan oleh Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, pada Senin, 4 November 2024. Qohar menjelaskan bahwa penetapan MW sebagai tersangka dilakukan setelah penyidik memperoleh cukup bukti bahwa MW telah melakukan suap atau gratifikasi untuk memengaruhi putusan hakim yang menangani kasus RT.
Rangkaian Pertemuan yang Mencurigakan: Upaya MW Melalui Lisa Rahmat
Peran MW dalam kasus ini mulai terungkap melalui serangkaian pertemuannya dengan Lisa Rahmat (LR), pengacara yang juga merupakan tersangka dalam kasus suap tersebut. LR diketahui telah beberapa kali bertemu dengan MW, yakni di sebuah kafe pada 5 Oktober 2023 dan di kantor LR pada 6 Oktober 2023, untuk membahas strategi yang akan ditempuh demi membebaskan RT dari dakwaan penganiayaan berat.
LR, yang memiliki hubungan dekat dengan MW, menyampaikan kepada MW bahwa proses pembebasan RT membutuhkan “biaya khusus.” Atas permintaan tersebut, MW kemudian menyetujui dan menyerahkan sejumlah dana untuk digunakan dalam proses hukum RT. Menurut Qohar, MW memiliki keterlibatan langsung dalam persetujuan atas setiap dana yang diajukan LR, dengan tujuan untuk memuluskan proses pengurusan perkara RT.
Upaya Kejaksaan Agung Mengungkap Kasus Korupsi di Lingkungan Peradilan
Dalam pernyataannya, Abdul Qohar juga mengungkapkan bahwa langkah penetapan tersangka terhadap MW dan LR adalah bagian dari upaya Kejaksaan Agung untuk memberantas korupsi, khususnya dalam ranah peradilan. Qohar menyebutkan bahwa praktik suap dalam dunia peradilan tidak hanya mencoreng integritas lembaga hukum, namun juga mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem hukum Indonesia.
“Kami akan terus mendalami kasus ini untuk mengungkap keterlibatan pihak lain yang memungkinkan terjadinya suap dalam proses hukum yang melibatkan saudara RT. Pemberantasan mafia peradilan adalah prioritas kami,” ujar Qohar.
Skandal Suap PN Surabaya dan Implikasi pada Reformasi Peradilan
Kasus ini turut menjadi sorotan luas karena memperlihatkan lemahnya integritas dalam sistem peradilan di Indonesia, khususnya dalam kasus besar yang menarik perhatian publik. Praktik suap dan gratifikasi dalam pengadilan menegaskan adanya kebutuhan mendesak untuk reformasi sistem peradilan di Tanah Air.
Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Agung (MA) diharapkan turut melakukan evaluasi menyeluruh terhadap para hakim yang terlibat dalam perkara ini. Selain itu, masyarakat meminta agar MA melakukan penonaktifan hakim yang terindikasi terlibat dalam praktik suap atau tindakan tidak etis lainnya.
Langkah Kejaksaan untuk Mencegah Mafia Peradilan
Kejaksaan Agung berkomitmen untuk terus melakukan investigasi menyeluruh, termasuk memeriksa kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam kasus suap yang melibatkan MW dan LR. Dengan terungkapnya kasus ini, Kejaksaan berharap dapat menekan praktik mafia hukum yang kerap merusak kredibilitas lembaga peradilan.
Penetapan tersangka baru dalam kasus ini tidak hanya menjadi sinyal kuat bagi pelaku mafia hukum, namun juga menjadi ajakan bagi seluruh elemen masyarakat dan aparat penegak hukum untuk ikut serta dalam membangun sistem hukum yang bersih dan berintegritas.