Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Tantangan Besar Kementerian Pertanian dalam Cetak Sawah 150 Ribu Hektar di Dadahup: Bisakah Berhasil?

Kamis, 03 Oktober 2024 | Kamis, Oktober 03, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-10-03T08:30:53Z

Foto istimewa Dok/Pin
Oleh: Tonny Saritua Purba, SP.                                                                  Pengamat Politik Pertanian.                                                                  Menjelang pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden Indonesia pada 20 Oktober 2024, Kementerian Pertanian tengah menyusun rencana besar yang ambisius—mencetak sawah seluas 150 ribu hektar di Dadahup, Kapuas, Kalimantan Tengah. Proyek ini menjadi bagian dari upaya besar untuk memperkuat swasembada pangan nasional dan mendukung cita-cita menjadikan Indonesia sebagai salah satu lumbung pangan dunia.


Namun, rencana besar ini datang dengan tantangan yang tak bisa dianggap remeh. Dadahup, yang dulunya merupakan bagian dari proyek 1 juta hektar pengembangan lahan gambut di era Presiden Soeharto, dikenal memiliki kondisi tanah yang sulit diolah. Pada periode 2014-2018, program serupa berhasil mencetak 215.811 hektar sawah, tetapi tren ini mengalami penurunan signifikan di tahun-tahun berikutnya.


Di tahun 2015, Kementerian Pertanian mencatat sukses cetak sawah seluas 20.070 hektar, yang melonjak ke 129.096 hektar pada 2016. Namun, tantangan di lapangan menurunkan capaian menjadi hanya 60.243 hektar pada 2017 dan bahkan lebih rendah lagi di 2018, dengan pencapaian hanya 6.402 hektar. Pertanyaan besarnya adalah, apakah target baru yang lebih besar ini realistis?

"Menaklukkan Lahan Gambut: Ujian Berat Menuju 150 Ribu Hektar". 

Meskipun ada optimisme dari pihak pemerintah, berbagai kendala alam dan teknis mengintai di balik proyek ini. Dadahup, yang merupakan lahan gambut, bukanlah area ideal untuk pertanian padi. Dibutuhkan proses panjang untuk menyuburkan tanah ini, dan ancaman genangan air akibat pasang laut, curah hujan, serta luapan sungai kerap menghantui potensi produksi. Pembangunan infrastruktur drainase menjadi syarat mutlak untuk mengolah tanah ini secara produktif.


1. Tantangan Lahan Gambut:

Tanah gambut memiliki karakteristik yang tidak stabil untuk pertanian. Kondisi ini membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk diolah menjadi lahan produktif, dan meskipun telah ada lahan sawah sebelumnya di Dadahup, hasil panennya hanya berkisar 2-4 ton per hektar—jauh dari potensi optimal jika dibandingkan dengan lahan pertanian subur di tempat lain.


2. Infrastruktur yang Terbatas:

Keterbatasan akses bagi alat berat seperti excavator untuk mencetak sawah merupakan masalah signifikan. Faktor ini memperlambat proses pengerjaan dan mempersulit pencapaian target seluas 150 ribu hektar. Sinergi dengan Kementerian PUPR sangat diperlukan untuk membangun infrastruktur dasar yang memadai agar proyek ini dapat berjalan sesuai rencana.

3. SDM dan Teknik Budidaya:

Lahan gambut membutuhkan teknik budidaya yang berbeda dari lahan pertanian konvensional. Pemilihan varietas padi yang adaptif menjadi kunci keberhasilan, tetapi di sisi lain, peningkatan keterampilan para petani dalam mengelola lahan tersebut menjadi hal yang tak kalah penting. Pemerintah harus berinvestasi pada pelatihan dan pembinaan SDM petani untuk memastikan produktivitas yang optimal.


"Padi Gogo: Solusi Lahan Kering untuk Masa Depan Pangan Indonesia?"

Dengan melihat berbagai tantangan di lahan gambut, mungkin sudah saatnya pemerintah memikirkan alternatif kebijakan. Salah satu opsi yang patut dipertimbangkan adalah pengembangan padi gogo—varietas padi yang tumbuh di lahan kering dan hanya membutuhkan air hujan.


Lahan kering di Indonesia memiliki potensi yang sangat luas. Jika dikelola dengan baik, padi gogo bisa menjadi kunci swasembada pangan, bahkan mengurangi ketergantungan impor beras. Dengan potensi produksi 3 hingga 5 ton beras per hektar, kebijakan padi gogo bisa menjadi langkah strategis untuk memperkuat ketahanan pangan nasional dalam jangka panjang.


Pemerintah hanya perlu memastikan bahwa lahan yang dibuka untuk padi gogo tidak dialihkan atau dijual ke pihak lain, serta mendistribusikan benih unggul sebagai bentuk tanggung jawab negara kepada petani.

Apakah cetak sawah seluas 150 ribu hektar di Dadahup akan menjadi kenyataan atau hanya sekadar ambisi? Hanya waktu dan kesiapan pemerintah dalam menghadapi tantangan lapangan yang akan menentukan jawabannya. Sementara itu, alternatif seperti padi gogo bisa menjadi jalan keluar yang tak hanya realistis, tetapi juga membawa Indonesia lebih dekat pada mimpi swasembada beras, (Red/Iskandar)


×
Berita Terbaru Update