JAKARTA, PortalindonesiaNews.Net β Advokat senior, Tony Budidjaja, kini dihadapkan pada persoalan hukum seputar perannya sebagai kuasa hukum dalam sengketa aset antara perusahaan internasional Vinmar Overseas, Ltd. dan PT Sumi Asih. Sengketa ini bermula dari putusan International Centre for Dispute Resolution (ICDR) pada Mei 2009, yang mewajibkan PT Sumi Asih untuk melunasi sejumlah kewajiban kepada Vinmar Overseas, Ltd. Menindaklanjuti putusan tersebut, pada tahun 2016, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meminta bantuan PN Bekasi untuk melaksanakan sita eksekusi terhadap aset PT Sumi Asih berupa tanah dan bangunan.
Namun, proses eksekusi tersebut terkendala oleh penolakan dari pihak PT Sumi Asih, yang berdalih bahwa entitas mereka berbeda dari perusahaan PT Sumi Asih Oleochemical Industry. Meskipun pengadilan menolak keberatan tersebut, PT Sumi Asih tetap menolak pelaksanaan eksekusi. Ketidakpatuhan ini memaksa Vinmar Overseas, Ltd. untuk mencari perlindungan hukum kepada Mabes Polri pada Desember 2017.
Sebagai kuasa hukum Vinmar Overseas, Ltd., Tony Budidjaja melaporkan kendala eksekusi ini ke Mabes Polri. Namun, bukannya mendapat solusi, Tony justru dipanggil untuk klarifikasi terkait dugaan pelanggaran Pasal 216 KUHP, yang mengatur tentang pengabaian perintah pejabat berwenang. Tony, yang berupaya menjalankan tugas advokatnya sesuai hukum, menyatakan bahwa pemanggilan ini justru mengancam perlindungan hukum bagi profesi advokat yang dijamin oleh Pasal 16 Undang-Undang Advokat serta Putusan MK No. 26/PUU-XI/2013.
Menariknya, Mahkamah Agung sudah menegaskan pada tahun 2014 bahwa PT Sumi Asih wajib mematuhi putusan ICDR. Hal ini memperjelas bahwa penolakan PT Sumi Asih tidak berdasar secara hukum dan seharusnya eksekusi bisa dilakukan sesuai aturan yang berlaku.
Kasus ini mengundang keprihatinan dari kalangan advokat dan pemerhati hukum lainnya. Beberapa praktisi hukum menilai bahwa tindakan terhadap Tony Budidjaja ini dapat menjadi preseden buruk bagi kebebasan advokat dalam menjalankan tugasnya. Rini Siswanti, SH, M.Hum, dari Divisi Hukum Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI), berkomentar, βIni adalah hal yang sangat miris bagi advokat yang menjalankan tugasnya dalam membela kepentingan klien. Advokat adalah profesi yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab dalam penegakan hukum, serta dilindungi oleh Undang-Undang. Advokat tidak seharusnya dikriminalisasi karena menjalankan tugasnya, sesuai amanah UU No. 18 Tahun 2003.β
Kasus ini pun semakin menjadi sorotan, mengingat urgensi untuk melindungi advokat dalam menjalankan tugas mereka guna mendukung penegakan hukum dan keadilan di Indonesia.