SALATIGA – Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) Majapahit Nusantara mendesak peningkatan pengawasan terhadap proyek-proyek pemerintah di Kota Salatiga. Hal ini didorong oleh temuan-temuan yang memunculkan dugaan adanya permainan dan praktik gratifikasi dalam pelaksanaan proyek, yang menyebabkan kualitas bangunan jauh dari harapan. Yohanes Tunggul Wahyu Harianto, Presiden Direktur LAPK, menyampaikan hal tersebut dalam konferensi pers yang berlangsung pada Kamis (24/10/2024).
Yohanes menekankan bahwa pengawasan terhadap proyek-proyek yang dibiayai dengan uang rakyat harus dilakukan dengan ketat. “Kualitas bangunan yang dihasilkan harus sesuai standar, sebab dana yang digunakan berasal dari masyarakat. Bila ada permainan dalam proses ini, baik dalam pengawasan maupun pelaksanaan proyek, kualitas bangunan yang dihasilkan pasti tidak akan memadai,” tegas Yohanes.
Ia menyebut bahwa terdapat indikasi kuat adanya praktik gratifikasi dalam proses pengadaan proyek. Praktik tersebut tidak hanya merugikan negara, tetapi juga berpotensi memperpanjang masalah infrastruktur di daerah. “Kami menemukan beberapa proyek dengan hasil yang kurang memuaskan. Bahkan, ada proyek yang harus mengembalikan dana ke negara setelah dilakukan audit oleh BPK. Hal ini mengindikasikan adanya ketidakberesan dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek,” tambah Yohanes.
Salah satu proyek yang menjadi sorotan LAPK adalah pembangunan Taman Wisata Religi di Salatiga. Proyek ini belum memberikan dampak yang berarti bagi masyarakat, meskipun telah menelan biaya besar. Yohanes mengungkapkan bahwa ada dugaan pelanggaran dalam proses lelang dan penunjukan rekanan yang berpotensi terkait dengan gratifikasi.
“Kami akan terus melakukan monitoring dan investigasi mendalam terkait pelaksanaan proyek-proyek pemerintah di Salatiga. Jika ditemukan indikasi kuat adanya gratifikasi atau permainan dalam proses pelaksanaannya, kami tidak akan ragu untuk membawa kasus ini ke ranah hukum,” tegas Yohanes.
Ia juga mendesak pemerintah untuk lebih selektif dalam memilih pelaksana proyek. Yohanes menyoroti praktik umum di mana pelaksana proyek hanya menyewa CV untuk memenuhi persyaratan lelang tanpa memiliki kompetensi yang memadai. “Proses seperti ini rawan terhadap gratifikasi dan korupsi, yang pada akhirnya merugikan masyarakat. Pemerintah harus mengambil langkah tegas untuk menghindari praktik ini,” lanjutnya.
Dalam konferensi pers tersebut, Yohanes juga menekankan pentingnya transparansi dalam setiap tahapan proyek pemerintah, mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan. Menurutnya, transparansi yang lemah hanya akan membuka ruang bagi praktik gratifikasi yang lebih luas.
“Pengawasan yang ketat serta keterbukaan dalam pengelolaan proyek sangat diperlukan untuk memastikan bahwa dana publik dikelola dengan baik dan bangunan yang dihasilkan berkualitas. Kami tidak akan tinggal diam jika ada indikasi permainan atau kecurangan yang melibatkan pihak terkait,” tutup Yohanes.
Kasus ini menjadi sorotan publik di Salatiga, yang berharap pemerintah daerah segera menindaklanjuti dan memperbaiki mekanisme pengawasan proyek demi mencegah kerugian lebih lanjut bagi masyarakat.
Penulis : Iskandar