JAKARTA|PortalindonesiaNews.Ner – Program makan siang dan minum susu gratis yang menjadi salah satu unggulan dalam kampanye Pilpres 2024 oleh pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, memperkirakan bahwa program tersebut akan membutuhkan ketersediaan beras hingga 6,7 juta ton. Pertanyaan yang muncul adalah, apakah produksi beras dalam negeri mampu memenuhi kebutuhan sebesar itu?
Tahun 2023, Indonesia mengimpor beras sebesar 3,3 juta ton, dan rencananya di tahun 2024 akan kembali mengimpor sekitar 3 juta ton. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah impor beras pada 2023 merupakan yang terbesar dalam lima tahun terakhir. Alasan pemerintah melakukan impor ini adalah karena produksi beras dalam negeri dianggap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi nasional. Pemerintah juga memproyeksikan bahwa produksi beras akan menurun secara signifikan akibat dampak fenomena cuaca El Nino, sehingga perlu dilakukan impor untuk menjaga stok beras nasional dan mengendalikan harga di pasaran.
Tantangan Produksi Beras Nasional
Pengamat politik pertanian, Tonny Saritua Purba, SP, menyoroti bahwa saat ini pemerintah perlu memiliki gagasan yang lebih visioner dan revolusioner agar dapat mencapai surplus beras. Dengan bertambahnya jumlah penduduk setiap tahun, produksi beras harus meningkat seiring dengan kebutuhan yang juga terus meningkat. Namun, di sisi lain, luas lahan pertanian justru semakin berkurang setiap tahunnya akibat alih fungsi lahan yang digunakan untuk pembangunan infrastruktur, jalan tol, perumahan, dan industri.
Menurut data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), selama tujuh tahun terakhir, luas lahan pertanian di Indonesia telah berkurang sebesar 287 ribu hektar. Pada tahun 2023, jumlah penduduk Indonesia hampir mencapai 280 juta jiwa, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 320 juta jiwa pada tahun 2045. Kebutuhan beras yang terus meningkat menjadi tantangan besar bagi Indonesia, mengingat 99 persen masyarakatnya mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa luas panen padi pada tahun 2023 diperkirakan sebesar 10,20 juta hektare, dengan produksi padi mencapai 53,63 juta ton gabah kering giling (GKG). Jika dikonversi, produksi beras dari angka tersebut adalah sekitar 30,90 juta ton. Namun, berdasarkan data dari United States Department of Agriculture (USDA), produksi beras Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan konsumsinya. Pada tahun 2023, produksi beras nasional tercatat sebesar 34 juta ton, sementara konsumsi mencapai 35,7 juta ton.
Langkah Menuju Surplus Beras
Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah, langkah apa yang harus diambil oleh pemerintah agar produksi beras bisa melampaui tingkat konsumsi nasional dan mencapai surplus? Dalam konteks pertanian, ada dua aspek penting yang harus diperhatikan, yaitu luas lahan pertanian dan jumlah petani.
Pada tahun 2023, data dari BPS menunjukkan bahwa jumlah rumah tangga petani yang menanam tanaman pangan di Indonesia mencapai sekitar 15,5 juta rumah tangga. Untuk mencapai surplus beras, perlu dukungan nyata dari wakil rakyat di DPR RI dalam memberikan gagasan dan ide yang dapat mendorong pemerintah mencetak lahan pertanian tadah hujan. Lahan tersebut bisa diberikan kepada para petani yang selama ini hanya menjadi penyewa lahan atau petani penggarap.
Jika langkah ini diambil, pemerintah diyakini dapat mencapai surplus beras dalam waktu lebih singkat, bahkan tidak perlu menunggu hingga lima tahun. Cukup dengan dua tahun, target surplus beras bisa tercapai, dan Indonesia akan menjadi lebih mandiri dalam hal ketersediaan pangan nasional.
Penulis: Iskandar