Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Iptu Rudiana dan Dua Polisi Bawahannya Disorot Terkait Rekayasa Penangkapan 7 Narapidana yang Ajukan Peninjauan Kembali

Sabtu, 07 September 2024 | Sabtu, September 07, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-09-07T16:35:53Z


Jakarta, Portalindonesianews.net, 7 September 2024 – Nama Iptu Rudiana dan dua polisi anak buahnya kembali mencuat ke publik setelah muncul dugaan rekayasa dalam penangkapan tujuh narapidana yang mengajukan Peninjauan Kembali (PK). Kasus ini semakin menarik perhatian setelah terungkapnya kejanggalan dalam penangkapan yang terkait dengan kasus pembunuhan Vina dan Eky.


Ketujuh narapidana tersebut sebelumnya dijatuhi hukuman seumur hidup atas tuduhan terlibat dalam pembunuhan Vina dan Eky. Namun, dalam pengajuan PK, para narapidana ini mengklaim bahwa mereka difitnah dan dipaksa untuk mengakui kejahatan yang tidak pernah mereka lakukan. Mereka menyatakan bahwa penetapan mereka sebagai tersangka penuh dengan unsur pemaksaan dan rekayasa.


Salah satu narapidana, yang dikenal dengan nama Ucil, mengungkapkan bahwa ia pada awalnya tidak pernah mengenal keenam tersangka lainnya. Ucil, yang saat itu ditahan di Polsek atas kasus yang berbeda, bahkan sudah ditahan sebelum kematian Vina dan Eky. Ucil juga mengaku bahwa ia tiba-tiba didatangi oleh Iptu Rudiana. Ia kemudian dibawa ke Polres, di mana ia mengklaim dirinya dipukuli secara brutal dan dipaksa untuk mengakui keterlibatannya dalam pembunuhan Vina dan Eky.



"Awalnya saya ditahan untuk kasus lain, tapi tiba-tiba saya dibawa ke Polres oleh Iptu Rudiana dan dipukuli. Saya dipaksa untuk mengaku terlibat dalam pembunuhan itu, padahal saya tidak pernah melakukannya," ungkap Ucil dalam pernyataan tertulisnya.


Kisah serupa juga diungkapkan oleh narapidana lainnya, yang menyatakan bahwa mereka terpaksa mengakui perbuatan yang tidak pernah mereka lakukan akibat tekanan fisik dan mental dari aparat yang menangani kasus tersebut. Mereka mengaku dipaksa mengaku karena ketakutan dan tekanan yang luar biasa, bukan karena mereka benar-benar bersalah.


Dari pengakuan empat narapidana lainnya, mereka juga mengaku mengalami perlakuan yang sama: dipukuli hingga wajah mereka bonyok dan tidak bisa berjalan. Mereka dipaksa mengakui perbuatan yang tidak pernah mereka lakukan.


Kejadian ini mengundang perhatian berbagai kalangan, termasuk aktivis hak asasi manusia dan lembaga-lembaga yang fokus pada reformasi peradilan. Mereka mendesak adanya penyelidikan independen terhadap kasus ini untuk memastikan bahwa keadilan benar-benar ditegakkan. Jika benar bahwa pengakuan para narapidana tersebut diperoleh melalui penyiksaan dan paksaan, hal ini menjadi tamparan keras bagi sistem hukum di Indonesia.



Sementara itu, pihak kepolisian menyatakan bahwa mereka akan menyelidiki lebih lanjut tuduhan terhadap Iptu Rudiana dan dua anak buahnya. Namun, publik menuntut agar penyelidikan dilakukan secara transparan dan melibatkan pihak-pihak independen guna mencegah terjadinya konflik kepentingan.


Kasus ini tidak hanya mengguncang kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian, tetapi juga mengangkat kembali isu-isu lama mengenai praktik-praktik yang tidak sesuai prosedur dalam penanganan kasus kriminal di Indonesia. Masyarakat dan berbagai pihak kini menunggu langkah konkret dari pihak berwenang untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan tanpa ada rekayasa atau pemaksaan.



Terungkapnya kasus tujuh narapidana yang dipaksakan menjadi tersangka ini semakin menambah ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat kepolisian. Alih-alih menjadi lebih baik, aparat kepolisian justru dinilai memaksakan kehendaknya sendiri, bahkan dalam penanganan para tersangka yang diakui telah dipukuli. Bukti foto-foto kekerasan ini telah beredar luas, memperkuat klaim bahwa mereka terpaksa mengakui perbuatan yang tidak pernah mereka lakukan.  Red: iskandar/Melaporkan

×
Berita Terbaru Update