Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

KEMATIAN AFIF 9 JUNI 2024 LALU DIDUGA KERAS KARENA DI SIKSA POLISI BERIKUT KEJELASANYA

Selasa, 02 Juli 2024 | Selasa, Juli 02, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-07-04T18:29:40Z

Kuasa hukum Keluarga korban penyiksaan berujung kematian anak berstatus pelajar SMP (AM, 13) Direktur LBH Padang, Indira Suryani bersama YLBHI, KontraS, dan organisasi masyarakat sipil (tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Kepolisian lainnya) saat menyampaikan update temuan dan proses advokasi kasus terkait di Gedung YLBHI Jakarta, Selasa 2 Juli 2024. LBH Padang memiliki banyak temuan, termasuk saksi-saksi yang sampai saat sekarang tidak/belum diperiksa oleh kepolisian.
PortalindonesiaNews.Net SULBAR  - Kasus kematian Afif Maulana, bocah 13 tahun yang ditemukan tak bernyawa di bawah Jembatan Kuranji, Padang pada Ahad siang, 9 Juni 2024 terus bergulir. Jasad Afif ditemukan mengambang di bawah Jembatan Kuranji dengan kondisi babak belur. Keluarga menduga anak itu menjadi korban penyiksaan oleh polisi.

Berikut sejumlah fakta-fakta terbaru kasus kematian ganjil Afif Maulana sebagai berikut:

Ada Intimidasi

Kuasa hukum Afif Maulana dari Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Padang, Indira Suryani mengungkap intimidasi dari berbagai pihak yang diterimanya. "Iya, sampai saat ini insiden-insiden keamanan di LBH Padang ada, tapi masih bisa kami kelola," ujar Indira di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Jakarta Pusat, Selasa, 2 Juli.

Indira mengatakan, pihak keluarga korban merasa tertekan atas pernyataan Kapolda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Suharyono yang akan mencari orang yang memviralkan kasus kematian Afif. Indira menegaskan kliennya maupun tim kuasa hukum memang mendapatkan tekanan. "Tidak, ini bukan kuncinya di komunikasi, kami memang diancam," ujarnya.

Polisi Bantah Ada Intimidasi

Kepolisian Daerah Sumatera Barat (Polda Sumbar) membantah ada intimidasi atau ancaman yang dilakukan oleh anggota polisi kepada keluarga dan kuasa hukum Afif Maulana. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Komisaris Besar Dwi Sulistyawan menyatakan tidak ada tekanan dari kepolisian terhadap keluarga yang vokal menyuarakan anak itu diduga tewas disiksa polisi.

"Tidak pernah Polda Sumbar mengancam mereka," kata Dwi kepada Portal saat dihubungi Rabu, 3 Juli 2024.

Namun demikian, aparat penegak hukum juga tidak terima ada pemberitaan yang mencoreng nama baik mereka. "Ketika ada informasi dan berita hoaks terkait dengan kejadian itu tentu Polda Sumbar tidak membiarkan," ujarnya.

Polisi Tetap Buru Orang yang Viralkan Kasus

Polda Sumbar menyatakan akan tetap memburu orang yang memviralkan kasus Afif Maulana bocah 13 tahun yang ditemukan tewas di bawah Jembatan Kuranji Kota Padang pada Minggu 9 Juni 2024.

Sebab, orang tersebut diduga telah melanggar Undang-undang ITE dan melakukan trial by the press."Bakal tetap kami lanjutkan, tetapi itu nanti," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sumbar Komisaris Besar Polisi Dwi Sulistyawan saat Konferensi Pers pada Selasa 2 Juli 2024 di Mapolda Sumbar.

Namun ketikan dihubungi secara terpisah melalui pesan whatsapp pada Rabu 3 Juli 2024 Dwi Sulistyawan mengatakan, Polda Sumbar tidak akan memburu yang memviralkan berita. "Gak ada tuh Polda Sumbar mencari yang memviralkan berita," kata dia.

Keluarga Setujui Ekshumasi

LBH Padang mengungkapkan keluarga Afif Maulana menyetujui ekshumasi jasad korban. “Keluarga ingin mengetahui siapa yang menyiksa Afif hingga anak mereka meninggal,” kata Direktur LBH Padang Indira di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Jakarta Pusat, Selasa, 2 Juli 2024.

Selaku kuasa hukum keluarga korban, Indira mengatakan mereka memang meminta ekshumasi jenazah supaya tidak ada lagi perdebatan. Permintaan itu pun sudah dilayangkan oleh pihak keluarga. “Kami meminta Komnas HAM membantu ekshumasi itu, karena keluarga tidak sanggup juga membiayai,” ujarnya.

Minta Kasus Ditangani Tim Eksternal Sumbar

Pihak keluarga korban berharap, agar ekshumasi ini melibatkan tim di luar Sumatera Barat. Sebab, berdasarkan pengakuan Indira, saat ini situasi di Sumatera Barat sedang tidak kondusif. “Kami ingin dokter-dokter independen kalau bisa di luar Sumatera Barat supaya tidak ada tekanan juga bagi yang lainnya,” kata Indira, Selasa, 2 Juli 2024.

Mereka menginginkan proses mencari keadilan bagi Afif dilakukan oleh pusat. Hal ini untuk menghindari pengalaman sebelumnya karena pihak korban mengaku diintimidasi oleh polisi. “Enggak ada polisi nyiksa yang mengaku, melaporkan polisi ke temannya polisi, ada atasnya polisi, ada rumah sakitnya polisi,” ujarnya.

LBH Padang dan keluarga meragukan independensi Polda Sumatera Barat dalam menangani kasus anak disiksa polisi ini. Maka dari itu, mereka ingin semua proses, seperti forensik atas ekshumasi jenazah Afif Maulana dilakukan di luar instansi penegak hukum tersebut.

Beda Keterangan Keluarga dan Polisi

Pada Ahad lalu, 30 Juni 2024, Suharyono kembali menegaskan Afif meninggal karena melompat dari jembatan dalam upaya menghindari penangkapan polisi berdasarkan keterangan dari 49 saksi.

Dikutip dari Antara, Suharyono mengatakan, ketika kejadian, A merupakan orang yang membonceng Afif. Pada saat keduanya berada di atas Jembatan Kuranji, korban dan A terjatuh. Korban lantas mengajak A untuk melompat dari jembatan namun ditolak. “Keterangan dari saksi A itu telah membantah narasi yang berkembangan bahwa Afif tewas karena dianiaya oleh Polisi kemudian dibuang ke bawah jembatan Kuranji, itu tidak benar,” jelasnya.

Di sisi lain, pihak keluarga membantah keterangan polisi yang menyebut kematian Afif karena melompat dari jembatan. Hal itu disampaikan Kantor Komnas HAM di Jakarta, Senin, 1 Juli 2024. “Saya yakin seyakin-yakinnya anak saya tidak melompat. Karena tidak ada tanda-tanda di badannya jatuh dari ketinggian,” kata ayah Afif, Afrinaldi di Kantor Komnas HAM.

Indira, yang menjadi kuasa hukum keluarga Afif, juga menyoroti kondisi mayat Afif saat ditemukan. “Mayat Afif itu bukan telungkup ditemukan, dia telentang dan tangannya begini ya. Terapung. Itu salah satu alasan ada tanda kekerasan, bentuk dia ditemukan itu terapung, bukan telungkup dan lain-lain. Dan itu meyakinkan kami ada dugaan penyiksaan itu sangat kuat terjadi,” tegas Indira.

Bentuk Tim Investigasi

Adapun keluarga Afif dan LBH Padang didampingi Kontras, mendatangi Komnas HAM pada Senin, 1 Juli 2024 untuk mengekspos kasus dugaan penyiksaan berujung kematian Afif sejak pukul 10.30 WIB. Pertemuan yang berlangsung tertutup itu selesai sekitar pukul 12.45 WIB. Selain menyerahkan sejumlah dokumen, mereka juga meminta Komnas HAM membentuk tim investigasi untuk mengusut misteri kematian Afif.

“Ini proses yang sedang kami lakukan supaya Komnas HAM bisa membentuk tim investigasi dalam kasus ini agar membuat terang penyebab kematian Afif Maulana dan penyiksaan terhadap teman-teman lainnya,” katanya.

Sebut hanya pelanggaran Prosedur

Kapolda Sumatera Barat, Inspektur Jenderal Suharyono membantah adanya penyiksaan yang dilakukan Anggota Sabhara Polda Sumatera Barat terhadap Afif Maulana. Dia menyatakan hal itu hanya pelanggaran prosedur. "Tidak ada penyiksaan, hanya pelanggaran prosedur," katanya pada Ahad, 30 Juni 2024.

Suharyono menjelaskan tindakan anggotanya tersebut belum masuk kategori penyiksaan. Alasannya, berdasarkan pemeriksaan, para polisi yang bertugas saat itu menyatakan hanya melakukan pemukulan sendiri-sendiri dan tanpa intensitas tinggi. "Saya sudah tanya kepada anggota yang diperiksa, berapa kali dan apa yang mereka lakukan. Mereka menjawab 1 kali memukul dan ada yang menjawab menendang. Semuanya sudah tanyai dan anggota kami menjawab dengan jujur," kata Suharyono.

17 Polisi yang Langgar Prosedur Diproses

Sejauh ini, menurut Suharyono, Divisi Profesi dan Pengamanan Polda Sumatera Barat telah memproses 17 anggota yang melakukan pelanggaran prosedur ini. Mereka sudah ditahan di Markas Propam Polda Sumbar. "Untuk kasus ini masih dalam tahap penyelidikan dan kami akan mendatangkan para saksi untuk bisa dilanjutkan ke penyidikan," kata dia.


Redaksi

 

×
Berita Terbaru Update